Sedikitnya 33 organisasi wanita yang tergabung dalam federasi Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) menyatakan menolak tegas digelarnyaMiss World ke-63 di Indonesia.
Penolakan itu dilatari kentalnya nuansa bisnis pada helatan yang menurut jadwal akan digelar di Bali dan Bogor dengan di-relay140 negara itu.
"Sebanyak 33 organisasi wanita yang tergabung dalam BMOIWI menyatakan menolak tegas Miss World diselenggarakan di Indonesia," kata Anggota Presidium BMOIWI Shabriati Aziz padahidayatullah.com, Selasa (27/08/2013).
Shabriati menjelaskan, sebelumnya pihaknya telah melakukan kajian akademik secara serius membahas masalah ini. Pada akhirnya mereka berkesimpulan hajatan ini tak akan memberi manfaat berarti selain hanya menguntungkan pebisnis yang ada di belakangnya.
Ia mengungkapkan, melihat pola sosialisasi dan promosinya, Shabriati melihat ada upaya sistematis penyelenggara untuk memastikan menggelar ajang pamer kecantikan ini di Indonesia. Melalui dukungan sejumlah saluran resminya, wacana menarik simpati terus digulirkan.
"Dengan demikian, kesan Miss World sebagai ajang untuk menarik wisatawan ke Indonesia dapat diterima. Padahal ini tak lebih hanyalah sebuah komoditas bisnis semata," ujar Shabriati.
Apabila Miss World benar-benar terselenggara di Indonesia, terang dia, hal ini bisa menjadi "semacam legitimasi untuk mempropaganda banyak negara lainnya yang menolak eksploitasi wanita bahwa Indonesia yang berpenduduk Muslim terbesar saja setuju".
"Makanya tidak ada pilihan selain kita harus menolak. Kalau mereka sangat gigih menggelar, kita harus lebih ngotot menolak. Ini demi untuk kebaikan generasi, umat, dan bangsa," terang dia.
Ia pun menampik argumen penyelenggara yang sebelumnya menyebutkan suksesnya Miss World digelar di Indonesia merupakan sebuah bukti bahwa Indonesia adalah negara yang aman. "Tanpa Miss World sekalipun pun Indonesia ini sudah aman, kok. Makanya jangan membuat Indonesia menjadi tidak aman dan nyaman," imbuhnya.
Kepada masyarakat luas, pihaknya berpesan bahwa ketahanan keluarga harus dibangun dan dikuatkan dari pengaruh gaya hidup permisif. Harus disadari, kata Shabriati, bahwa dunia saat ini sedang digiring menuju kehancurannya dengan merebaknya hedonisme, vandalisme, kapitalisme, dan praktik seks bebas serta eksploitasi tubuh wanita.
"Tidak ada yang bisa membendung itu semua selain kita sendiri, terutama rumah tangga kita. Sehingga itulah pentingnya membangun ketahanan keluarga dengan menjaga nilai nilai keteladanan," tandasnya.*
Rep:
Ainuddin Chalik
Editor: Cholis Akbar