Beberapa Ijma’ tentang Hewan Kurban dan Sembelihan | Ilmu Islam

Minggu, 22 Februari 2015

Beberapa Ijma’ tentang Hewan Kurban dan Sembelihan

250.   Para ulama bersepakat bahwa hewan kurban tidak boleh disembelih sebelum terbit matahari pada hari Nahr (‘Iedul-Adlhaa)[1].
251.   Para ulama bersepakat tentang kebolehan memberikan makanan daging kurban kepada orang-orang faqir dari kaum muslimin.
252.   Para ulama bersepakat bahwa apabila seseorang menyembelih hewan yang diperbolehkan untuk disembelih, menyebut nama Allah, memotong tenggorokan dan dua urat wadaj[2]yang ada di sebelah kerongkongan, serta mengalirkan darah; maka (daging) kambing/domba tersebut boleh untuk dimakan[3].
253.   Para ulama bersepakat diperbolehkannya (halal) sembelihan orang yang bisu[4].
254.   Para ulama bersepakat apabila janin keluar dalam keadaan hidup, maka sembelihannya cukup dengan sembelihan ibunya[5].
255.   Para ulama bersepakat tentang kebolehan sembelihan anak-anak dan wanita, yaitu apabila mampu untuk menyembelih dan melakukan apa saja yang wajib dilakukan dalam penyembelihan[6].
256.   Para ulama bersepakat sembelihan Ahlul-Kitaab halal bagi kami, apabila mereka menyebut nama Allah ketika menyembelih[7].
Maalik bersendirian dalam masalah ini, ia berkata : “Lemak hewan yang disembelih orang Yahudi tidak boleh dimakan”[8].
257.   Para ulama bersepakat bahwa sembelihan ahlul-harb (orang-orang yang memerangi kaum muslimin) halal[9].
258.   Para ulama bersepakat bahwa sembelihan orang Majusi haram, tidak boleh dimakan[10].
Sa’iid bin Al-Musayyib menyendiri dalam hal ini[11].
259.   Para ulama bersepakat bahwa sembelihan anak-anak dan wanita Ahlul-Kitaab halal[12].
260.   Para ulama bersepakat bahwa hasil buruan anjing pemburu boleh dimakan selama anjing itu dilepaskan oleh tuannya, menyebut nama Allah saat melepaskannya, dan tuannya berstatus muslim. Dikecualikan dalam hal ini anjing berwarna hitam.
261.   Para ulama bersepakat bahwa hewan buruan yang ada di laut halal bagi orang yang tidak sedang ihram maupun yang sedang ihram untuk memburunya, memakannya, menjualnya, dan membelinya[13].
[selesai – anakmuslimtaat’ – diterjemahkan dari kitab Al-Ijmaa karya Ibnul-Mundzir, hal. 78-80, tahqiq : Dr. Abu Hammaad Shaghiir Ahmad bin Muhammad Haniif, Maktabah Al-Furqaan, Cet. 2/1420, dengan sedikit tambahan – perumahan ciomas permai, 22022015 – 19:29].




[1]      An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir rahimahumallah [Al-Majmuu’, 8/288]. Demikian juga ijmaa’ ini ada dalam kitab Al-Isyraaf oleh Ibnul-Mundzir, 1/141/b.
[2]      Al-wadaj adalah urat yang ada di leher [Al-Qaamuus Al-Muhiith, 1/218]. Dalam Lisaanul-‘Arab (3/221) disebutkan al-wadajaan, yaitu dua urat tebal yang terdapat di kanan dan kiri rongga tenggorokan.
[3]      An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir rahimahumallah dalam Al-Majmuu’ (9/79), yang tertulis : ‘mengalirkan darah, sehingga disebut penyembelihan dan halal sembelihannya’. Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf 1/147/b dengan redaksi seperti yang disebutkan Ibnul-Mundzir di sini.
Tambahan:
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata : “Adapun penyembelihan dengan menggunakan batu, maka disepakati juga kebolehannya, apabila memotong urat leher dan mengalirkan darah” [At-Tamhiid, 16/128].
[4]      Ibnu Qudamah menukil ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir dalam Al-Mughniy  (8/582).
[5]      Dalam Al-Mughniy (8/579) disebutkan : “Ibnul-Mundzir berkata : ‘Orang-orang membolehkannya, dan kami tidak mengetahui seorang pun menyelisihi apa yang mereka (ulama) katakan, kecuali pendapat An-Nu’maan (Abu Haniifah) yang mengatakan : ‘Tidak halal, karena sembelihan satu orang tidak berlaku untuk dua orang”.
Begitu juga yang disebutkan An-Nawawiy dalam Al-Majmuu’ (9/115) dan Al-Khaththaabiy dalam Ma’aalimus-Sunan (4/118). Oleh karena itu, seharusnya Ibnul-Mundzir mengatakan : “An-Nu’maan bersendirian (dalam masalah ini)”.
[6]      Ibnu Qudamah menghikayatkan ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir dalam Al-Mughniy (8/581).
[7]      Ibnu Qudaamah berkata : “Para ulama bersepakat tentang halalnya sembelihan Ahlul-Kitaab berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
Dan makanan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu’ (QS. Al-Maaidah : 5).
Yaitu : sembelihan mereka”.
Dan ia berkata : “Dan kami tidak mengetahui seorang pun yang mengharamkan hewan hasil buruan Ahlul-Kitab kecuali Maalik yang menghalalkan sembelihan mereka namun mengharamkan hasil hewan buruan mereka” [Al-Mughniy, 8/567].
[8]      Dalam Al-Mudawwanah Al-Kubraa (2/67) disebutkan : “Apakah Maalik memakruhkan sembelihan orang Yahudi dan Nashara yang termasuk katagori ahlul-harb ?. Ia berkata : ‘Ahlul-harb – yang menurut kami terdiri dari orang-orang Yahudi dan Nashara – menurut Maalik adalah sama dalam hal status sembelihan mereka, yaitu ia memakruhkan semua sembelihan mereka, tanpa mengharamkannya. Ia (Maalik) memakruhkan membeli daging dari warung-warung mereka, tanpa mengharamkannya”.
Al-Baajiy berkata : “Al-Qaadliy Abu Muhammad menghikayatkan bahwa lemak (sembelihan) orang Yahudi diharamkan bagi mereka dan makruuh menurut Maalik. Menurut Ibnul-Qaasim dan Asyhab diharamkan. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Maalik” [Al-Muntaqaa, 3/112].
Tambahan:
Ibnu Hazm berkata : “Adapun perselisihan pendapat dalam memakan lemak hewan yang disembelih orang Yahudi..... , maka itu memang ada lagi diketahui” [Maraatibul-Ijmaa’, hal. 241].
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (3/298) menyebutkan atsar-atsar dari sebagian taabi’iin yang mengharamkan sembelihan ahlul-harb.
[9]      Ibnu Qudaamah menghikayatkan ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir [Al-Mughniy, 8/568]. An-Nawawiy berkata : “Sembelihan ahlul-kitaab di daarul-harb halal seperti sembelihan di daarul-islaam. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Ibnul-Mundzir menukil adanya ijmaa’ terhadap permasalahan tersebut” [Al-Majmuu’, 9/68].
[10]     An-Nawawiy berkata : “Ibnul-Mundzir menukilnya dari jumhur ulama” [Al-Majmuu’, 9/68].
[11]     An-Nawawiy berkata : “Telah berkata Ibnul-Mundzir : ‘Kami telah meriwayatkan dari Ibnul-Musayyib, bahwasannya ia berkata : ‘Apabila seorang muslim sakit dan menyuruh seorang Majusi untuk menyembelih, maka sah’. Ia (Ibnul-Mundzir) berkata : ‘Ia (Ibnul-Musayyib) keliru” [Al-Majmuu, 9/69 – dan hal ini diakui oleh Dr. Haasyim Jamiil dalam Fiqh Sa’iid bin Al-Musayyib, 2/336].
[12]     An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini dari Ibnul-Mundzir [Al-Majmuu’, 9/69]. Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf1/149/a.
[13]     Ibnu Qudaamah menghikayatkan ijmaa’ ini dalam Al-Mughniy (3/334). Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf1/112/b.

Beberapa Ijma’ tentang Hewan Kurban dan Sembelihan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top