Wahai kamu yang bernama jiwa manusia. Kamu merasa sudah lama mengaji, banyak ilmu yang dikuasai, merasa otak cerdas sekali. Berduyun-duyun orang bertanya padamu sana-sini. Lalu kamu ingin memuji diri? Hei, apakah kamu sudah menguasai semua fiqih perbandingan madzaahib? Atau kau merasa ilmumu sepantaran Imam Al-Bukhari dan An-Nawawi hingga kamu merasa pintar sendiri? Kemudian kau membuat orang merasa bodoh dengan sikapmu yang “sok tinggi”. Janganlah demikian. Ilmu Allah laksana samudera tak bertepi. Pun di atas langit keilmuan seseorang, masih ada langit di atasnya lagi. Di atas itu semua ada Dzat yang Maha Mengetahui. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَفَوْقَكُلِّذِيعِلْمٍعَلِيمٌ
“… dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (Qs. Yusuf: 76)
قيلإنالعلمثلاثةأشبار: مندخلفيالشبرالأول،تكبرومندخلفيالشبرالثانى،تواضعومندخلفيالشبرالثالث،علمأنهمايعلم.
“Ada yang berkata bahwa sesungguhnya ilmu itu terdiri dari tiga jengkal. Jika seseorang telah menapaki jengkal yang pertama, maka dia menjadi tinggi hati (takabbur). Kemudian, apabila dia telah menapaki jengkal yang kedua, maka dia pun menjadi rendah hati (tawadhu’). Dan bilamana dia telah menapaki jengkal yang ketiga, barulah dia tahu bahwa ternyata dia tidak tahu apa-apa.” (Dinukil dari kitab Hilyah Thalibil ‘Ilmi, buah pena Syaikh Bakr ibn ‘Abdillaah Abu Zaid rahimahullaah).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
لَايَدْخُلُالْجَنَّةَمَنْكَانَفِيقَلْبِهِمِثْقَالُذَرَّةٍمِنْكِبْرٍقَالَرَجُلٌإِنَّالرَّجُلَيُحِبُّأَنْيَكُونَثَوْبُهُحَسَنًاوَنَعْلُهُحَسَنَةًقَالَإِنَّاللَّهَجَمِيلٌيُحِبُّالْجَمَالَالْكِبْرُبَطَرُالْحَقِّوَغَمْطُالنَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)
تواضعتكنكالنجملاحلناظر# علىصفحاتالماءوهورفيع
ولاتكنكالدخانيعلوبنفسه# علىطبقاتالجووهووضيع
“Rendah hatilah. Jadilah laksana bintang bercahaya yang tampak di bayangan air yang rendah, padahal sebenarnya dia berada di ketinggian. Jangan menjadi laksana asap, yang membumbung tinggi dengan sendirinya di lapisan udara yang tinggi, padahal sebenarnya dia rendah.”
Kamu, yang mengaku meniti Jalan Salaful ummah. Coba lihat akhlakmu ini! Mulut kotor penuh hujatan, mencela, dan memaki! Mana sajakah dari akhlak mereka yang kau tepati? Coba kau hitung dengan jari! Pandai mengaku tapi tak jua baik budi!
وكل يدَّعي وصلاً بليلى …. وليلى لا تقر لهم بذاكا
“Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila, namun Laila tak membenarkan pengakuan mereka.”
Janganlah demikian. Pengakuan itu tidak hanya sekadar di lisan belaka, namun harus dibuktikan dengan amalan yang nyata wahai yang bernama jiwa. Kamu.. yang sudah berpakaian syar’i..
Kamu melirik sinis ke akhwat yang baru mulai serius belajar agama, merendahkan mereka dengan gelagatmu yang membuat mereka jengah. Apa engkau mengira dirimu ini sudah shaalihah setengah mati ?!
Kamu melirik sinis ke akhwat yang baru mulai serius belajar agama, merendahkan mereka dengan gelagatmu yang membuat mereka jengah. Apa engkau mengira dirimu ini sudah shaalihah setengah mati ?!
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“..Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Qs. An-Najm:32)
Janganlah demikian. Berpakaian syar’i tidak serta merta menjadikan diri kita seutuhnya baik dan suci. Bisa jadi di sisi lain mereka lebih baik darimu, karena ternyata, mungkin diantara yang berjilbab syar’i masih ada yang suka ber-ghibah tentang itu dan ini? Janganlah merasa surga sudah engkau bookingsendiri.
Kamu, yang sudah menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Tak usahlah merasa paling hebat sedunia. Apa tajwidnya sudah benar kau terapkan dengan sempurna? Apa hafalanmu mencapai derajat “itqaan” di luar kepala? Kamu, yang sudah menghafal hadits ribuan banyaknya. Tidak perlu kau rasa otakmu paling hebat sejagat raya. Baiklah, kamu mungkin sudah berhasil menghafal sekaliber Shahih Bukhari. Tapi apakah kamu sudah menguasai dan menghafal berbagai kitab induk hadits lainnya? Lengkap dengan penjelasannya? Plus menguasai serba-serbi ilmu tentang haditsnya? Janganlah demikian. Sesungguhnya hafalanmu bukan untuk sekadar berbangga-bangga belaka. Apa engkau sudah mentadabburi isinya? Kau amalkan yang kau hafal dan baca? Belum tentu semua yang kau hafalkan, dapat benar-benar kau amalkan dalam kehidupan nyata. Berhati-hatilah tercabutnya nikmat hafalan itu semua, kala hatimu lengah mencari ridha manusia.
Kamu, yang pandai menghias bacaan Al-Qur’anmu. Mungkin suaramu itu seperti Syaikh Musyari dan Syaikh Fahd Al-Kandari. Atau tajwidmu secermat Syaikh Al-Hudzaifi. Lantas kamu jadi pamer dan berbangga hati? Subhaanallah? membaca Al-Qur’an kok hanya ingin dipuji? Janganlah demikian. Sesungguhnya memiliki suara indah hanyalah anugrah sekaligus fitnah dari Allah bagi diri. Jika kamu terus berbangga hati, bisa jadi nikmat suara indahmu nanti dicabut oleh Allah, hingga suaramu jadi sumbang, atau malah tak memiliki pita suara sama sekali [wal'iyaadzubillaah]. Syukurilah dan gunakan itu untuk menambah pahala bagi dirimu sendiri.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“… dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemadharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (Qs. An-Nahl : 53).
Kamu, si pintar dari universitas ternama. Apa sih sumbangsihmu bagi negara dan agama? Tak usahlah kau jadi besar kepala! Kalaupun kau sudah menyumbang manfaat bagi sesama, belum tentu itu akan berbuah pahala. Iya, karena tendensimu ternyata tak lebih dari perkara dunia semata, bukan karena ikhlas mencari ridha-Nya.
Kamu, yang bisa baca kitab dan berbahasa Arab. Mengapa hal itu membuatmu begitu tinggi hati? Kesalahan wajar pemula kau caci maki. Bercerminlah terhadap diri, Apakah dahulu engkau tak pernah salah dalam belajar sama sekali?
Kamu, yang bergelimang harta. Memandang orang tak punya dengan sebelah mata. Lagakmu itu bak dunia milik pribadimu saja. Untuk urusan sedekah, Subhaanallaah…begitu pelitnya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. At-Taghabun: 15)
Kamu, yang (katanya) berjihad di jalan Allah menegakkan agama-Nya. Kau mengklaim telah “mengorbankan segalanya.“ Belum tentu amalanmu diakui di sisi-Nya. Iya, karena dengan amalanmu, kamu berbuat ‘ujub dan riya! Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (HR. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)
Kamu, penulis nasihat yang (katanya) bijak dan disukai. Apa kau pikir tulisanmu itu paling cemerlang sendiri lalu kamu jadi berbangga hati? Merasa sudah jadi penasihat sejati? Aduh, berkacalah pada diri, jangan-jangan kamu bak lilin yang membakarmu sendiri. Sudah menasihati tapi tak dijalani.
Dari Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, hingga usus perutnya terburai, lalu dia berputar-putar di dalam neraka seperti himar yang berputar-putar pada alat penggilingnya. Lalu para penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan, apa yang telah menimpamu? Bukankah engkau dahulu menyuruh kami kepada yang ma’ruf dan mencegah kami dari yang munkar?’ Dia menjawab, ‘Memang aku dulu menyuruh kalian kepada yang ma’ruf, tapi justru aku TIDAK melakukannya, dan aku mencegah kalian dari yang mungkar, tapi aku justru melakukannya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu MENGATAKAN sesuatu yang kamu TIDAK KERJAKAN? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash-shaf: 2-3)
Jangan sombong wahai jiwa. Jangan merasa ‘ujub dan riya duhai manusia. Dengan segala kelebihan yang kau punya, sejatinya kelebihanmu itu semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke surga, atau menjerumuskanmu ke dalam neraka. Ya, karena kelebihanmu itu dapat menjadi karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa.
Baca juga:
Sumber: http://muslimah.or.id/
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page Lampu Islam: facebook.com/anakmuslimtaat
Baca juga:
- Takjub Pada Diri Sendiri (Ujub)
- 16 Faktor Penyebab Timbulnya Ujub
- 12 Bahaya Sifat Ujub
- 9 Tips Cara Menanggulangi Penyakit Ujub
Sumber: http://muslimah.or.id/
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page Lampu Islam: facebook.com/anakmuslimtaat