Ada seorang algojo yang sudah membunuh 99 orang. Tapi setelah itu, dia sangat menyesal. Ingin taubat, ceritanya. Dia pergi ke seorang alim, lalu menceritakan masa lalunya kepada orang alim itu. Dia menjelaskan kalau dia ingin taubat, dan ingin menjadi orang yang lebih baik.
“Aku sangat ingin bertaubat. Tapi apakah Allah masih mau memaafkan aku?” tanyanya kepada orang alim.
Dasar orang alim kurang ilmu, ditanya begituan sama algojo, dia malah ngejawab, “Ah, dosa seperti itu tidak akan dimaafkan,” katanya.
“Oh, kalau demikian, kamu juga aku bunuh!” kata si algojo. Sret! Orang alim pun dia bunuh. Genaplah jumlah orang yang dibunuhnya menjadi seratus.
Si algojo kemudian menemui orang lain yang lebih alim lagi. Dia juga mengakui kalau dia sudah membunuh seratus orang.
“Saya bingung, nih,” katanya, “Allah akan memaafkan saya tidak ya kalau saya taubat?”
“Aku sangat ingin bertaubat. Tapi apakah Allah masih mau memaafkan aku?” tanyanya kepada orang alim.
Dasar orang alim kurang ilmu, ditanya begituan sama algojo, dia malah ngejawab, “Ah, dosa seperti itu tidak akan dimaafkan,” katanya.
“Oh, kalau demikian, kamu juga aku bunuh!” kata si algojo. Sret! Orang alim pun dia bunuh. Genaplah jumlah orang yang dibunuhnya menjadi seratus.
Si algojo kemudian menemui orang lain yang lebih alim lagi. Dia juga mengakui kalau dia sudah membunuh seratus orang.
“Saya bingung, nih,” katanya, “Allah akan memaafkan saya tidak ya kalau saya taubat?”
Orang yang lebih alim itu menjawab, “Tentu saja kamu akan diampuni, segeralah bertaubat. Saya cuma punya satu nasihat untukmu.: hindari perkumpulan orang-orang jahat dan bergabunglah dengan orang yang baik-baik. Sebab, perkumpulan orang yang jahat akan menggiring kamu ke arah kejahatan.”
Si algojo sangat menyesal dan bertaubat. Dia menangis sambil memohon kepada Allah agar diampuni. kemudian, dia meninggalkan kumpulan orang-orang yang berperilaku jahat.
Setelah meninggalkan perkumpulan yang jahat, dia berniat mencari lingkungan yang baik-baik. Dia pun ingin pergi jauh dari lingkungannya yang lama menuju lingkungan baru. Di tengah jalan, alanya tiba, dan dia meninggal dunia. Malaikat azab dan malaikat rahmat datang untuk mengambil ruhnya. Malaikat azab mengatakan bahwa sebagai orang yang penuh dosa, dia menjadi miliknya. Tetapi malaikat rahmat juga berkata, “Dia bertaubat dan ingin berubah menjadi orang yang baik. Saat meninggal dunia, dia ada di tengah jalan menuju perkumpulan orang-orang baik.”
Dua malaikat tadi berdebat. Jibril diperintahkan untuk menengahi. Setelah mendengar penuturan kedua malaikat itu, Jibril memberikan keputusan, “Ukurlah tanah itu. Kalau tanah yang dia pijak saat meninggal dunia lebih dekat ke orang-orang baik, dia milik malaikat rahmat. Tetapi, kalau tempat itu lebih dekat ke orang jahat, dia akan menjadi bagian malaikat azab.”
Akhirnya, mereka mengukur tanah itu. Karena orang itu baru saja keluar, sebenarnya tanah itu lebih dekat ke orang-orang jahat. Tetapi karena dia sudah sungguh-sungguh ingin bertaubat, Allah memindahkan jengkal tanah itu menjadi lebih dekat ke orang-orang bai. Si algojo, hanya yang menyesal sekali dengan perbuatannya semasa hidup itu akhirnya diambil malaikat rahmat, lalu dibawa ke surga.
Allah mempunyai dua sifat yang berlawanan, yaitu Jalaliyah dan Jamaliyah. Jalaliyah adalah kumpulan sifat-sifat Allah yang keras, memaksa, dan menghukum. Sedangkan Jamaliyah adalah kumpulan sifat Allah yang lembut, penuh kasih sayang, dan pengampun. Sifat Jalaliyah itu kalau diibaratkan mirip seorang ayah, keras, melarang ini-itu. Sedangkan Jamaliyah ibarat sifat seorang ibu yang hangat, perhatian, dan biasanya membela apa pun yang kita lakukan. Kisah di atas memberi contoh kalau ternyata sifat Jamaliyah Allah itu lebih dominan daripada sifat Jalaliyah-Nya. Allah lebih mudah menerima taubat hamba-Nya ketimbang menyisa hamba-Nya walaupun—seperti si algojo—dosa si hamba sudah menumpuk setinggi gunung besarnya.
Nah, untuk kita yang selama ini melakukan dosa-dosa, besar atau kecil, selama kita masih hidup, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri, untuk berbenah, dan memulai hidup baru yang lebih bersih, sehat, dan lebih efektif menciptakan kebaikan-kebaikan. Allah mencari taubat kita layaknya seorang pengembara di padang tandus mencari mata air. Kembalilah kepada Allah!
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dikutip dari buku Nyari Identitas Diri Karangan M. Ikhsan Hal. 104-110 dengan perubahan