Coba anda rasakan benar-benar kalau teman dekat anda bilang, "Kamu orang hebat", sedangkan musuh anda bilang, "Kamu jelek banget." Ungkapan mana yang anda sukai?
Jawaban anda pasti ungkapan yang pertama. Tapi, Sufyan At-Tsauri berpendapat lain. Menurut beliau, kalau anda masih senang dengan kalimat yang pertama, maka anda sesungguhnya ada di posisi kalimat kedua. Dengan kata lain, kalau anda senang dengan kalimat "Kamu orang hebat", sesungguhnya "Kamu jelek banget." Inilah kata-kata Sufyan At-Tsauri.
Sebentar... memangnya siapa itu Sufyan At-Tsauri?Sufyan adalah guru sufi yang hidup di zaman dahulu kala. Mekipun begitu, ajaran-ajarannya masih cocok buat kita di masa sekarang.
Menyukai ejekan? Masuk akal nggak, sih?
Masuk akal banget! Banyak orang yang hidupnya bangkit setelah diejek. Walaupun nggak sedikit juga orang yang minder dan mundur prestasinya setelah diejek. Hmm... kenapa hasilnya bisa beda-beda ya?
Tentu saja. Semuanya bergantung pada bagaimana anda menanggapi ejekan. Kalau negatif, anda akan jadi mundur. Tapi kalau positif dan menganggap musuh anda yang mengejek itu sebagai guru, anda akan lebih hebat dengan ejekan. Kalau anda jeli, orang yang mengejek anda sebenarnya bisa menyelamatkan anda meskipun dia memang bermaksud merendahkan (gak usah dipikirin!). Dia seperti menunjukkan adanya kalajengking di balik baju anda. Percayalah, dia tidak sedang benar-benar mengejek anda. Apa yang dikatakannya tentang kejelekan anda sama sekali tidak mengandung kebenaran. Tetapi, dengan diejek, anda diberitahu orang yang mengejek itu, mana yang harus anda perbaiki.
Jelek dan bagusnya anda hanya ada dalam penilaian Allah. Memang! Kalau Allah bilang anda jelek, itu artinya kecelakaan terbesar dalam hidup anda. Allah tidak mengukur kejelekan dan kebaikan anda dari pesona atau penampilan luar. Allah menilai hati anda. Sekali lagi, Allah hanya menilai isi hati anda.
Membenci pujian?
Banyak orang yang bangkrut karena kege-eran dengan pujian. Dia menyandarkan kebaikan dirinya pada pujian dari orang lain. Kalau orang lain bilang baik, dia pikir, itu artinya dia baik.
Ada seseorang yang sempat dinilai orang sebagai anak yang sangat rajin. Suatu kali, dia menjadi pimpinan produksi (pimpro) sebuah pentas teater. Ceritanya, di luar dugaan, pentas utuh teater itu sukses besar. Penonton membludak, jumlahnya mungkin sepuluh kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Kelompok teater itu menjadi lebih tenar, aktor, dan artisnya menjadi dikenal banyak orang di kampusnya. Banyak orang yang mengatakan kalau pentas utuh teater itu sukses karena pimpro-nya. Anda pun mengakui usaha keras dia.
Pada pentas selanjutnya, dia berada di tim artistik. Saat itu, keadaannya menjadi berubah. Malesnya minta ampun. Hampir semua aktor merasa kesal dengan dia. Saat ditanya soal pekerjaannya itu, dia membela diri. "Aku akan sudah memberi kontribusi banyak di pentas sebelumnya." Nah, tuh. Yang seperti ini akan repot majunya. Dia mengukur kontribusi dari banyak atau sedikitnya penilaian orang. Orang memuji dia baik sehingga dia pikir dia menjadi baik. Hingga akhirnya, tidak bekerja pun dia tetap saja masih berpikir menjadi yang paling baik. Dia nggak berpikir kalau tugasnya sebagai tim artistik belum selesai dia kerjakan. Dia masih terjebak pujian orang. Dan kalau keterusan, orang seperti ini pasti akan hancur sendiri.
Banyak pujian bisa membuat anda menghentikan langkah, justru pada saat anda seharusnya terus berpacu. Nafsu anda dan orang lain bilang, "Cukup, kamu sudah sangat bagus!", lalu anda hentikan semua kebaikan yang sedang anda kerjakan. Pujian bikin hancur, kan? Pujian seringkali tidak memberi anda pelajaran yang baik, tapi ejekan justru membuat anda terus belajar. Dan musuh anda adalah guru anda!
Dikutip dari buku Nyari Identitas Diri halaman 62-64 karangan M. Ikhsan dengan perubahan.