Keponakan saya yang manis, umurnya empat tahun, sering bertanya sama ibunya pertanyaan-pertanyaan begini:
“Bu, Allah adanya dimana sih?”
“Bu, Allah itu laki apa perempuan sih?”
“Bu, Allah sama Malaikat hebatan mana sih?”
“Bu, Allah itu ada berapa sih?”
Ibunya bertanya pada saya bagaimana caranya menjawab pertanyaan macam begini. Saya bilang, pertanyaan begini sih dijawab nggak dijawab akan kejawab sendiri. Meskipun anak pusing, biarkan saja. Toh, waktu jugalah yang akan mengajarkan dia semua misteri tentang Allah. Benar tidak ya, jawaban saya? Tahu, ah!
“Bu, Allah adanya dimana sih?”
“Bu, Allah itu laki apa perempuan sih?”
“Bu, Allah sama Malaikat hebatan mana sih?”
“Bu, Allah itu ada berapa sih?”
Ibunya bertanya pada saya bagaimana caranya menjawab pertanyaan macam begini. Saya bilang, pertanyaan begini sih dijawab nggak dijawab akan kejawab sendiri. Meskipun anak pusing, biarkan saja. Toh, waktu jugalah yang akan mengajarkan dia semua misteri tentang Allah. Benar tidak ya, jawaban saya? Tahu, ah!
Menurut pemahaman Ahlus sunnah, Allah berada di Arsy'nya. Hal ini sesuai dengan ayat berikut: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ´Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al-Mulk: 16-17).
Ada lagi dalil dari hadits Mu’awiyah bin Hakam, dikatakan bahwa suatu hari ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu Ia bertanya kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?” maka ia menjawab: “Di atas sana.” Beliau bertanya lagi: “Siapa aku?” maka ia menjawab: “Anda utusan Allah.” Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karna ia seorang yang beriman.” (HR. Muslim).
Nabi Ibrahim A.S pun pernah mencari-cari keberadaan Allah. Nabi Ibrahim A.S tumbuh dan berkembang di tengah-tengah para penyembah berhala. Dia ingin bertemu Tuhan yang sejati. Ibrahim melihat bintang-bintang yang bersinar, lalu kepada bintang dia berkata, “Kamu adalah Tuhanku.”
Akan tetapi, saat bulan purnama tiba, Ibrahim ragu sama bintang sebab ternyata bulan jauh lebih besar dan lebih bercahaya dibandingkan bintang-bintang di langit. Ibrahim melihat bulan itu dan berkata, “Engkaulah Tuhanku semata.” Besoknya matahari terbit, bulan dan bintang pun tenggelam oleh cahaya terangnya. Ibrahim berkata kepada matahari, “Engkau adalah Tuhanku semata.” Kemudian malam tiba, matahari pun tenggelam.
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al-Mulk: 16-17).
Ada lagi dalil dari hadits Mu’awiyah bin Hakam, dikatakan bahwa suatu hari ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu Ia bertanya kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?” maka ia menjawab: “Di atas sana.” Beliau bertanya lagi: “Siapa aku?” maka ia menjawab: “Anda utusan Allah.” Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karna ia seorang yang beriman.” (HR. Muslim).
Nabi Ibrahim A.S pun pernah mencari-cari keberadaan Allah. Nabi Ibrahim A.S tumbuh dan berkembang di tengah-tengah para penyembah berhala. Dia ingin bertemu Tuhan yang sejati. Ibrahim melihat bintang-bintang yang bersinar, lalu kepada bintang dia berkata, “Kamu adalah Tuhanku.”
Akan tetapi, saat bulan purnama tiba, Ibrahim ragu sama bintang sebab ternyata bulan jauh lebih besar dan lebih bercahaya dibandingkan bintang-bintang di langit. Ibrahim melihat bulan itu dan berkata, “Engkaulah Tuhanku semata.” Besoknya matahari terbit, bulan dan bintang pun tenggelam oleh cahaya terangnya. Ibrahim berkata kepada matahari, “Engkau adalah Tuhanku semata.” Kemudian malam tiba, matahari pun tenggelam.
Ujung-ujungnya, Ibrahim pun tersadar, “Tuhanku adalah Dia yang mendatangkan benda-benda itu dan membawa mereka kembali. Tuhanku adalah Dia yang ada di balik semua perubahan itu.”
Inilah cara Nabi Ibrahim mencari Tuhan. Beliau adalah contoh pencari tauhid sejati. Kalau orang sesuci Nabi Ibrahim saja sempat gelisah mencari Allah, apalagi kita.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, kalau ada seseorang bingung dan menanyakan tentang-Nya, jawabannya adalah, “Fa inni qarib...,” yang artinya, “Katakanlah kepada yang bingung wahai Muhammad, bahwa Aku (Allah) sesungguhnya sangat dekat. (Qs Al-Baqarah:186)”
Ada cara lain mencari Allah, yang sepertinya ini juga jadi penawar kebingungan kita. Suatu hari, seseorang bertanya kepada seorang syaikh, bagaimana caraanya agar sampai kepada Allah.
“Cara menuju Allah,” jawab syaikh, “adalah sebanyak makhluk. Tetapi, yang paling cepat dan gampang adalah melayani orang lain, tidak mengganggu orang lain, dan membahagiakan orang lain.”
Daripada bingung, kita temui saja Allah dengan cara yang disarankan sang syaikh tadi. Kita bisa “memegang” tangan Allah ketika kita memegang tangan fakir miskin. Kita bisa merasakan hadirnya Allah saat kita berbagi dengan sesama. Kita bisa membuat Allah ridha dengan membuat orang lain ridha dengan kita. Kita juga bisa “membahagiakan” Allah dengan cara membahagiakan tetangga, saudara, dan teman-teman kita.
Bertemu Allah juga tidak harus lewat kata-kata. Karena Allah akan menemukan anda yang rajin ibadah, baik ibadah buat anda sendiri maupin ibadah sosial. Jadi, kalau anda masih menanyakan tempat Allah, temuka Dia di dalam shalat anda, temukan Dia di tengah-tengah sahabat-sahabat yang anda bahagiakan, dan temukan Dia di tengah-tengah fakir miskin yang anda santuni.
Abu Yazid pernah berkata, “Pada awalnya, aku salah dalam melakukan empat perkara. Aku berusaha mengingat Allah, mengetahui-Nya, mencintai, dan mencari-Nya. Saat di akhir perjalanan, aku melihat bahwa Allah lebih dulu mengingatku sebelum aku mengingat-Nya, pengetahuan-Nya tentang aku mendahului pengetahuanku tentang-Nya, cinta-Nya kepadaku sudah lebih dulu terwujud sebelum cintaku kepada-Nya, dan Dia sudah lama mencariku sebelum aku mencari-Nya.”
Sekarang kita simak kisah lain. Saat jalan-jalan, Nabi Musa mendengar seorang gembala yang sedang berdo’a kepada Allah. Gembala itu juga menawarkan diri untuk menyisir rambut Allah, menyuci jubah, dan mencium tangan-Nya. Nabi Musa memarahi si gembala itu karena ulahnya. “Mungkin si gembala itu gila”, pikir Nabi Musa.
Lalu, malam itu Allah berfirman kepada Nabi Musa, “Kamu telah mengusir hamba-Ku dari ibadahnya. Dalam kesungguhannya, caranya yang tanpa neko-neko, si gembala itu jauh lebih dekat kepadaku daripada orang-orang berilmu yang hanya pandai bicara.” Nah, tuh!
Mikirin boleh. Bertanya tentang Allah juga boleh. Tapi..., stop! Pikiran tidak akan bisa menjawab semuanya. Yang jelas, carilah Allah lewat cara lain. Tidak usah neko-neko!
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dikutip dari buku Nyari Identitas Diri Karangan M. Ikhsan Hal. 94-99 dengan perubahan