Terkait maraknya kasus suap yang berakhir dengan Korupsi, Komisioner Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrahman Syahuri menyatakan bahwa gaji ideal seorang hakim Mahkamah Agung sekitar Rp 200 juta per bulan, dia membandingkan gaji hakim Agung di Singapura Rp 500 juta per bulan, namun demikian ternyata beliau juga mempunyai kesadaran yang positif katanya, mencegah ulah lirik kanan-kiri, Jadi sudah terpenuhi. Tapi kalau rakus, kita hajar. Kalau rakus kan susah ya, dikasih satu emas gunung, minta dua gunung, itu tabiat manusia, lanjut Taufiq, Untuk hakim MK, katanya, besaran uang penanganan perkara bisa mencapai Rp 5 juta setiap perkara yang putus. Sementara hakim MA, ujar Taufiq, hanya Rp 23.000 per perkara.Sejauh ini, menurut Taufiq, KY baru berhasil memperjuangkan kenaikan gaji hakim didaerah. Sekarang ketua pengadilan tinggi di provinsi, Rp 48 juta, wakilnya 40 juta. Pengadilan negeri Rp 30 juta, hakim yang keterima baru, Rp 10,5 juta. Hakim Tipikor sekarang Rp 7 juta lebih tinggi.Kesimpulannya menurut beliau, gaji hakim agung itu lebih rendah darpada anak buahnya, Hakim agung gajinya lebih rendah dari hakim tipikor.
Sayang beliau melupakan jumlah penduduk miskin di Negeri ini, untuk dibandingkan juga dengan Negara tetangga Singapura, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, mencapai 11.37 persen tepatnya 28.07 juta (kalau data tersebut otentik, tidak diperkecil) dari seluruh penduduk Indonesia.Ataupun melupakan gaji para anggota dewan DPR RI yang pernah di asumsikan 18 kali lebih besar dari pendapatan perkapita rata rata penduduk Indonesia, sekitar 60-65 jutaan dan Presiden SBY, dengan nilai Rp 1.1 M, sekitar Rp 91 jutaan per bulan. Mungkin lebih bijaksana lagi bila Taufiqurrahman melihat nilai UMR 2013, terendah Kota Wonogiri yang hanya Rp 830 ribu per bulan.
Banyak sekali efek domino negative, andaikan pendapat tersebut dipenuhi, selain akan membuat cemburu bagi lembaga atau instansi lain pasti akhirnya Rakyat juga yang merasakan akibatnya.Kalau hanya alasan agar hakim tidak mudah untuk berkolusi karena gaji sudah besar, niscaya tidak akan signifikan hasilnya, begitu pula dengan menerbitkan Perpu, Kepres dan seterusnya.Akan sedikit sekali hasil dan manfatnya dijaman kemerosotan drastis moralitas sebagian besar disemua lapisan bangsa ini.
Solusinya, Pemerintah harus berani membuat terobosan agar bisa melakukan, 1. Mengurangi anggaran dikedua institusi hukum, Kepolisian dan Kejaksaan selama Kinerja mereka datar datar saja terutama dalam hal pemberantasan korupsi, alihkan anggarannya ke KPK yang lebih dipercaya oleh Rakyat dari segala elemen, atas kiprahnya dalam menangani kasus kasus korupsi, supaya KPK bisa menambah semua fasilitas termasuk memperbanyak penyidik, yang sering kali dikeluhkan selama ini, 2.Menggalakan hukuman mati, dengan tidak menyisihkan praduga tidak bersalah dan setelah keputusan/ vonis pasti dan mengikat oleh pengadilan, untuk level kesalahan, posisi jabatan penting tertentu yang diprediksi berakibat merusak banyak elemen, lapisan dan sendi sendi, baik dipemerintahan maupun Masyarakat. Tidak hanya kepada para Teroris dan bandar Narkoba saja hukuman mati diterapkan, seakan Koruptor dikecualikan agak dimanjakan. Sejatinya berdampak sama sama merusak, menghancurkan dan menyengsarakan bangsa Indonesia.
Gaji tinggi bukan jaminan seseorang tidak melakukan korupsi, tapi persoalannya adalah mentalitas. Orang yang bermental korup walaupun diberi gaji segunung tetap akan melakukan korupsi bila ada kesempatan. Jadi mari benahi mentalitas kita masing-masing secara nasional supaya tidak kejangkitan virus korup. Banyak contoh orang-orang sudah bergaji tinggi tapi tetap saja melakukan korupsi. Mari benahi mentalitas kita semua.
[ mrhill / rims / yongky / kmpsn ]
Sumber : http://www.rimanews.com