Seperti halnya Islam yang mempunyai metode baku dalam menyebarkan fikrahnya lewat dakwah, kapitalisme pun sama mempunyai metode baku yaitu dengan menjajah. hanya saja Islam menyebarkan fikrahnya kepada cahaya kebenaran dan keselamatan sedangkan kapitalis hanya untuk menacari kepuasan nafsu materi semata.
Lalu kemudian, demi menyebarkankan semboyan Gold, Gospel dan Glorypara penajajah rela mengitari lautan mencari daerah jajahan, namun setelah berakhirnya perang dunia II dan seiring perubahan waktu, kini metode penjajahan telah berubah caranya (uslub) bermetamorfosis memperhalus jati dirinya. Salah satunya berkedok investasi liberalisasi terlihat dari penyelenggaraan KTT APEC di nusa dua Bali, dalam perhelatan tersebut telah disepakati bersama salah satu poin penting APEC adalah Bogor Goals yaitu mewujudkan liberalisasi perdagangan di kalangan ekonomi berkembang pada 2020 dan mempercepat pengupayaan pembangunan yang berkaitan dengan konektivitas antar wilayah.
Pasalnya, menurut SBY, konektivitas bisa mengurangi biaya, tentu saja yang dimaksud biaya di sini adalah tarif barang yang masuk ke suatu negara akan lebih murah. Kita sadar latar belakang berdirinya APEC pada awalnya memang untuk negara asia pasifik namun perkembangannya APEC mulai didomninasi Big Power (Amerika, Rusia, China, Jepang) Amerika merupakan negara kapitalalis tulen yang sedang haus mencari sumber daya alam, ini merupakan agenda utamanya eksploitasi kekayaan negara berkembang, dari sinilah penjajahan era baru dimulai selain berinvestasi para investror didatangkan untuk mengelola sumber daya alam yang menyangkut kesejahtraan umat, kita bisa merasakan subsidi rakyat semakin dipotong dan di batasi, perusahan tambang dan minyak asing mengelola dengan leluasa.
Alhasil, nilai jual dari pendapatan tersebut akan masuk ke negara kapitalis, sesuatu yang wajar memang pada kenyataannya berakhir pada kerugian besar karena hal tersebut tertuang dalam UU swastanisi dan ini merupakan pangkal masalahnya pemerintah secara sadar memberikan mandatnya memperbolehkan asing berperan mengelola sumber daya alam, pemimpin bangsa ini tengah mengobral tanahnya melalui pelegalan bagi investasi asing untuk memnanamkan modal di dalam negeri.
Di sisi lain, indonesia pun semakin kewalahan melihat banjirnya pasar luar yang melumpukan industri domestik karena pada faktanya kondisinya Indonesia tidak siap bersaing dengan negara maju, sampai saat ini kita melihat barang-barang pasar masih dikuasai oleh produk China, tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk mengoptimalkan UKM dan industri kecil, seperti kasus kedelai pemerintah tidak mampu memberikan kestabilan harga yang menyebabkan banyaknya pedagang gulung tikar.
Kiranya kita sudah cukup sadar bahwa APEC adalah alat kepentingan penajajahan era baru yang siap menjarah bangsa maka dari itu tidak ada alasan untuk kita menolak APEC. Wallau’Alam
Anastasia
Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung