Menshalati Jenazah Orang Kafir | Ilmu Islam

Minggu, 11 Mei 2014

Menshalati Jenazah Orang Kafir

Al-Kulainiy berkata:
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ حَمَّادِ بْنِ عُثْمَانَ عَنِ الْحَلَبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ لَمَّا مَاتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيِّ بْنِ سَلُولٍ حَضَرَ النَّبِيُّ ( صلى الله عليه وآله ) جَنَازَتَهُ فَقَالَ عُمَرُ لِرَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَمْ يَنْهَكَ اللَّهُ أَنْ تَقُومَ عَلَى قَبْرِهِ فَسَكَتَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَمْ يَنْهَكَ اللَّهُ أَنْ تَقُومَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ لَهُ وَيْلَكَ وَ مَا يُدْرِيكَ مَا قُلْتُ إِنِّي قُلْتُ اللَّهُمَّ احْشُ جَوْفَهُ نَاراً وَ امْلَأْ قَبْرَهُ نَاراً وَ أَصْلِهِ نَاراً ......
‘Aliy bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Hammaad bin ‘Utsmaan, dari Al-Halabiy, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Ketika ‘Abdullah bin Ubay bin Saluul meninggal, Nabi (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) menghadiri jenazahnya. Lalu ‘Umar berkata kepada Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) : “Wahai Rasulullah, tidakkah Allah telah melarangmu untuk berdiri shalat di atas kuburnya?”. Lalu beliau pun terdiam. Kemudian ‘Umar berkata lagi : “Wahai Rasulullah, tidakkah Allah telah melarangmu untuk berdiri shalat di atas kuburnya?”. Akhirnya beliau menjawabnya : “Celaka engkau!. Tidakkah engkau mengetahui apa yang aku ucapkan ?”. Sesungguhnya aku mengucapkan (dalam shalat) : ‘Ya Allah, penuhilah kerongkongannya dengan api. Penuhilah kuburannya dengan api, dan campakkanlah ia ke dalam api (neraka)….” [Al-Kaafiy, 3/188].
Kata Al-Majlisiy : “Hasan” [Mir’atul-‘Uquul, 14/74].
Riwayat di atas menunjukkan kepada kita beberapa hal sebagai berikut:
1.     ‘Abdullah bin Ubay bin Saluul meninggal dengan berstatus sebagai munafiq lagi kafir, sehingga didoakan kecelakaan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu tidak berada pada barisan kaum munafikin yang dipimpin oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Saluul.
3.     Pandangan ‘Umar tentang larangan menshalatkan orang munafiq (Ibnu Saluul) selaras dengan firman Allah ta’ala:
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik[QS. At-Taubah : 84].
4.     Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menshalatkan jenazah seorang munafik. Dalam shalatnya tersebut, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mendoakan kebaikan, namun mendoakan keburukan.
Komentar:
Dalam perspektif Ahlus-Sunnah, tidaklah shalat jenazah dikerjakan kecuali untuk mendoakan kebaikan dan rahmat bagi seorang muslim yang meninggal dunia. QS. At-Taubah ayat 84 di atas sebagai dalil yang jelas terlarangnya berdiri menshalatkan jenazah seorang munafiq yang meninggal di atas kekafiran. Mafhum mukhalafah-nya, Allah hanya memerintahkan menshalatkan jenazah seorang yang meninggal dalam status muslim.
Namun ternyata, bacaan yang diucapkan beliau secara sirr (pelan)[1]dalam shalat jenazah versi riwayat Al-Kulainiy justru doa-doa kejelekan. Barangkali inilah salah satu sandaran praktek taqiyyah ala Syi’ah dalam berinteraksi dengan Ahlus-Sunnah. Secara dhahir menampakkan ketaatan, namun ternyata batinnya menyimpan cacian dan celaan[2].
Al-Kulainiy meletakkan riwayat tersebut dalam bab : Shalat terhadap (Jenazah) Seorang Naashibiy (baca : Ahlus-Sunnah).
Artinya, kalau nanti ada orang Syi’ah ikut-ikutan berdiri menshalatkan jenazah seorang Ahlus-Sunnah, besar kemungkinan doa yang diucapkannya secara sirr adalah doa-doa kejelekan seperti doa di atas dan juga doa di bawah:
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ حَمَّادٍ عَنِ الْحَلَبِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِذَا صَلَّيْتَ عَلَى عَدُوِّ اللَّهِ فَقُلِ اللَّهُمَّ إِنَّ فُلَاناً لَا نَعْلَمُ مِنْهُ إِلَّا أَنَّهُ عَدُوٌّ لَكَ وَ لِرَسُولِكَ اللَّهُمَّ فَاحْشُ قَبْرَهُ نَاراً وَ احْشُ جَوْفَهُ نَاراً وَ عَجِّلْ بِهِ إِلَى النَّارِ فَإِنَّهُ كَانَ يَتَوَلَّى أَعْدَاءَكَ وَ يُعَادِي أَوْلِيَاءَكَ وَ يُبْغِضُ أَهْلَ بَيْتِ نَبِيِّكَ اللَّهُمَّ ضَيِّقْ عَلَيْهِ قَبْرَهُ فَإِذَا رُفِعَ فَقُلِ اللَّهُمَّ لَا تَرْفَعْهُ وَ لَا تُزَكِّهِ
‘Aliy bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Hammaad, dari Al-Halabiy, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Apabila engkau menshalati jenazah seorang musuh Allah, maka ucapkanlah (doa) : ‘Ya Allah, sesungguhnya Fulaan tidaklah kami mengetahui tentangnya kecuali ia adalah musuh-Mu dan musuh Rasul-Mu. Ya Allah, penuhilah kerongkongannya dengan api, segerakanlah ia kepada api neraka, karena ia telah berloyalitas kepada musuh-musuh-Mu, memusuhi wali-wali-Mu, dan membenci Ahli Bait Nabi-Mu. Ya Allah, sempitkanlah kuburnya’. Apabila jenazahnya diangkat, maka ucapkanlah : ‘Ya Allah, janganlah Engkau angkat dia dan janganlah Engkau bersihkan dia” [Al-Kaafiy, 3/189].
Kata Al-Majlisiy, riwayat di atas hasan [Mir’atul-‘Uquul, 14/77].
5.     Boleh hukumnya menshalati orang kafir.
Artinya, ada kemungkinan orang Syi’ah nanti menshalati jenazah orang Kristen, Katolik, Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu, dan semisalnya.
Wallaahul-musta’aan.
Sebagai intermezzo, berikut adalah video yang konon katanya merupakan ritual shalat jenazah yang dilakukan orang-orang Syi’ah terhadap kawannya yang mati kena tembak. Namun sayangnya sang imam malah ngambek karena dibikin kaget oleh suara letusan senapan yang terdengar dari kejauhan:

[anakmuslimtaat’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 12071435/11052014 – 23:45].




[1]      Karena ‘Umar tidak mendengarnya dan kemudian bertanya kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[2]      Ini adalah sifat nifaq yang disandarkan secara dustakepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Menshalati Jenazah Orang Kafir Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top