Kehadiran supermarket saat ini semakin menjamur. Besarnya masyarakat yang berminat berbelanja di sana membuat pertumbuhan supermarket semakin menggeliat.
Kenyamanan menjadi indikator penarik masyarakat lebih memilih berbelanja di supermarket dibandingkan pasar tradisional. Namun, ternyata barang jualan supermarket menyimpan sejumlah masalah. Salah satunya produk yang dijual tidak halal.
Kemarin, Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) mengungkapkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa produk ayam di supermarket ternyata tidak halal. Ketua Himpuli, Ade M. Zulkarnaen, mengatakan ketentuan halal tidak terdapat pada produk maupun proses penyembelihan.
Hal ini ditemukan Himpuli saat melakukan survei di sejumlah daerah di Indonesia. Temuan ini tentu menjadi membawa kecemasan di negara yang mayoritas penduduknya muslim.
"Produksi kita dari peternak 280.000 ton per tahun, beredar ritel modern 30 persen. Dari 30 persen itu 90 persen belum ada ketentuan halal. Seperti di Carrefour, Lotte Mart, Hypermart," ucap Ade.
Wasekjen Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid, tidak menerima tudingan yang mengatakan ayam yang dijual di supermarket modern dipotong asal-asalan dan tidak halal.
"Tidak benar dan itu info menyesatkan, justru kami bisa memperlihatkan bukti-bukti penanganan itu bagaimana halalnya. Setiap perusahaan bekerja sama dengan kami itu sertifikasi halal kita punya," ucap Satria Hamid ketika dihubungi merdeka.com.
Lalu apa saja hal yang membuat ayam supermarket ini dituding tidak halal? Berikut
1.Pemotongan ayam sadis
Berdasarkan penelusuran Himpuli di salah satu tempat pemotongan di Bogor, ayam menjadi mati bukan karena lehernya disembelih dengan benar, melainkan direndam air panas. Padahal, berdasarkan syariat Islam, leher ayam harus disembelih hingga saluran makanan, darah, dan pernapasan terputus.
Penyembelihan ayam secara asal-asalan ini yang membuat Himpuli melaporkan temuan tersebut ke MUI untuk ditindaklanjuti. Dengan demikian, masyarakat umum, khususnya muslim, semakin nyaman mengonsumsi daging ayam.
"Ini untuk pemahaman masyarakat kita karena ada landasan hukum UU dan fatwa MUI yang mengatakan ayam yang dijual harus halal."
2. Produk dan pemotong hewan tidak bersertifikasi halalAde menilai tidak halalnya ayam yang dijual di supermarket salah satunya dikarenakan proses penyembelihan yang tidak bersertifikasi halal. Selain itu, dalam produk yang dijual, juga tidak tercantum sertifikasi halal dari MUI.
Padahal, menurut UU Peternakan Pasal 58 menyatakan setiap penjualan ayam wajib menyertakan sertifikasi halal.
"Kemudian ada fatwa MUI No 12 tahun 2009 sertifikasi penyembelihan. Dua hal kita sampaikan produk ayam lokal tidak memenuhi ketentuan kementerian pertanian dalam UU dan ketentuan MUI sendiri," tegasnya.
Padahal, menurut UU Peternakan Pasal 58 menyatakan setiap penjualan ayam wajib menyertakan sertifikasi halal.
"Kemudian ada fatwa MUI No 12 tahun 2009 sertifikasi penyembelihan. Dua hal kita sampaikan produk ayam lokal tidak memenuhi ketentuan kementerian pertanian dalam UU dan ketentuan MUI sendiri," tegasnya.
3. Pengawasan pemerintah pada peraturan rendahMenurut Ade, dalam Pasal 58 UU Peternakan dan fatwa MUI, daging ayam yang dijual di supermarket harus ada sertifikasi halal. Bahkan, pembiayaan sertifikasi halal ini seharusnya dibiayai Kementerian Pertanian.
"Pasal 58 UU Peternakan itu sarana harus mereka. Sekarang begini you bikin UU tapi sekedar UU aja dan engga ada pengawasan. Apa artinya UU itu," tegasnya.
Dengan tidak adanya sertifikasi halal, maka peternak yang akan terkena imbas karena masyarakat tidak lagi mau membeli. Laporan ke MUI oleh pihaknya dilakukan agar pemerintah tanggap dan masyarakat bisa hati-hati.
"Bagaimana sosialisasi UU, UU sudah 5 tahun MUI juga sudah mengeluarkan fatwa. Ada laporan baru tapi tidak aktif. Kita ingin pemerintah membuat aturan UU ditegakkan sesuai UU. MUI juga panutan umat membuat fatwa tidak dilakukan sesuai fatwa. Ini juga harusnya dibiayai Kementerian Pertanian," tutupnya.
Menurut Ade, dalam Pasal 58 UU Peternakan dan fatwa MUI, daging ayam yang dijual di supermarket harus ada sertifikasi halal. Bahkan, pembiayaan sertifikasi halal ini seharusnya dibiayai Kementerian Pertanian.
"Pasal 58 UU Peternakan itu sarana harus mereka. Sekarang begini you bikin UU tapi sekedar UU aja dan engga ada pengawasan. Apa artinya UU itu," tegasnya.
Dengan tidak adanya sertifikasi halal, maka peternak yang akan terkena imbas karena masyarakat tidak lagi mau membeli. Laporan ke MUI oleh pihaknya dilakukan agar pemerintah tanggap dan masyarakat bisa hati-hati.
"Bagaimana sosialisasi UU, UU sudah 5 tahun MUI juga sudah mengeluarkan fatwa. Ada laporan baru tapi tidak aktif. Kita ingin pemerintah membuat aturan UU ditegakkan sesuai UU. MUI juga panutan umat membuat fatwa tidak dilakukan sesuai fatwa. Ini juga harusnya dibiayai Kementerian Pertanian," tutupnya.
4. 90 Persen ayam di supermarket tidak halalKetua Himpuli, Ade M. Zulkarnaen menyebut 90 persen daging ayam yang dijual di supermarket atau toko ritel modern tidak halal.
"Produksi kita dari peternak 280.000 ton per tahun, beredar ritel modern 30 persen. Dari 30 persen itu 90 persen belum ada ketentuan halal. Seperti di Carrefour, Lottemart, Hypermart," ucap Ade.
Jika dihitung secara kasar maka, berdasarkan data Himpuli, ada 75.600 daging ayam tidak halal beredar di Indonesia tiap tahunnya.
Ketua Himpuli, Ade M. Zulkarnaen menyebut 90 persen daging ayam yang dijual di supermarket atau toko ritel modern tidak halal.
"Produksi kita dari peternak 280.000 ton per tahun, beredar ritel modern 30 persen. Dari 30 persen itu 90 persen belum ada ketentuan halal. Seperti di Carrefour, Lottemart, Hypermart," ucap Ade.
Jika dihitung secara kasar maka, berdasarkan data Himpuli, ada 75.600 daging ayam tidak halal beredar di Indonesia tiap tahunnya.
5. Penjualan di ritel membuat impor tak terjagaMenurut Zulkarnain, sertifikasi halal diperlukan sebagai bagian dari kesiapan Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015. Dengan kewajiban sertifikasi halal, maka ayam potong dari luar negeri tidak bisa masuk seenaknya.
"Kita ingin produk peternak unggas kita direspon dengan baik oleh pasar dan masyarakat. Kita melihat ke depan juga. Kalau tidak sekarang tidak menutup kemungkinan ayam lokal dari negara lain masuk ke sini," ucap Zulkarnain.
Saat ini saja, menurut Zulkarnain, ayam potong impor sudah mulai menyerbu Indonesia. Sebab tidak semua kebutuhan daging ayam dapat dipenuhi peternak lokal.
"Pasar bebas ASEAN nanti bisa masuk semua. Kebutuhan tidak terpenuhi," katanya.
Jadi apa standarisasi makanan anda? Halal - Hatam atau yang penting kenyang...
Sumber : http://www.merdeka.com/uang/5-fakta-di-balik-penjualan-ayam-supermarket.html
Menurut Zulkarnain, sertifikasi halal diperlukan sebagai bagian dari kesiapan Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015. Dengan kewajiban sertifikasi halal, maka ayam potong dari luar negeri tidak bisa masuk seenaknya.
"Kita ingin produk peternak unggas kita direspon dengan baik oleh pasar dan masyarakat. Kita melihat ke depan juga. Kalau tidak sekarang tidak menutup kemungkinan ayam lokal dari negara lain masuk ke sini," ucap Zulkarnain.
Saat ini saja, menurut Zulkarnain, ayam potong impor sudah mulai menyerbu Indonesia. Sebab tidak semua kebutuhan daging ayam dapat dipenuhi peternak lokal.
"Pasar bebas ASEAN nanti bisa masuk semua. Kebutuhan tidak terpenuhi," katanya.
Jadi apa standarisasi makanan anda?
Halal - Hatam atau
yang penting kenyang...
Sumber : http://www.merdeka.com/uang/5-fakta-di-balik-penjualan-ayam-supermarket.html