BSB - Jangan heran, bingung, dan sedih melihat 'Tim Pemenangan' Jokowi-JK, yang dipilih menjadi pengarah itu, kebanyakan para jenderal Orde Baru, yang melakukan penggaran HAM.
Karena itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS) mempersoalkan keberadaan jenderal-jenderal di tim pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Keberadaan jenderal-jenderal itu bisa memberikan efek negatif.
"Oh, ini jelas merugikan pihak Jokowi. Visi-misi mereka juga jadi dipertanyakan," kata koordinator Kontras Haris Azhar kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, 24 Mei 2014.
Sebagaimana diketahui, hasil penelusuran wartawan menunjukkan ada sejumlah jenderal di dalam tim sukses Jokowi. Beberapa nama yang ditemukan adalah Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, As'ad Said Ali, Jenderal TNI (Purn) Luhut Pandjaitan, Laksamana (Purn) Tedjo Edi, Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, Marsekal Madya (Purn) Ian Santoso, Jenderal TNI (Purn) Farchrul Rozi, dan Jenderal Dai Bachtiar.
Haris mengatakan jenderal-jenderal itu bisa merugikan kubu Jokowi, karena mereka adalah bekas jenderal di masa Orde Baru. Masa Orde Baru adalah masa yang gelap dan sarat dengan praktek-praktek kotor, bahkan bertentangan dengan HAM untuk memenuhi kepentingan politik.
Karena mereka berasal dari masa Orde Baru, beberapa jenderal tersebut pernah terlibat kasus-kasus HAM yang dalam misi Jokowi-JK akan ditumpas habis. Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono, misalnya, kata Haris, pernah terlibat dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir dan Talangsari, Lampung.
"Ini kontradiktif. Di saat Jokowi-JK mengedepankan penegakan dan pengusutan kasus-kasus HAM dalam misinya, malah ada jenderal-jenderal Orde Baru itu. Ini menimbulkan pertanyaan, bisa tidak Jokowi-JK memenuhi misinya,"ujar Haris.
Menurut Haris, seharusnya PDIP jauh-jauh hari mengevaluasi dan memperhitungkan efek dari keberadaan jenderal di tim sukses Jokowi-JK. Adapun hal yang harus diperhitungkan, kata Haris, adalah apakah keberadaan jenderal itu kontradiktif tidak dengan visi-misi.
"Sekarang Jokowi harus bisa membuktikan dirinya tak bisa diatur oleh kepentingan-kepentingan orang di belakangnya, termasuk kepentingan para jenderal itu", ujar Haris.
Sungguh sangat ironi. Memang itulah pilihan Mega, dan dia bagian dari rezim Orde Baru.
Sumber (jj/tmp/voa-islam.com)