Laki-laki tentumenginginkan profilwanita ideal untuk dinikahi. Ideal agamanya, ideal fisiknya, dan ideal-ideal yang lainnya. Orang yang cinta agama, standar utamanya pasti ketaqwaan dan kebaikan agama. Orang yang cinta harta, standar utamanya tentu melimpahnya harta benda. Begitu juga orang yang cinta fisik, standar utamanya tidak lain kebagusan rupa, bagian (tubuh) ini harus begini, dan bagian itu harus begitu. Sah-sah saja orang menentukan standar apapun bagi wanita yang kelak menjadi pendampingnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah memberikan nasihat:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita (biasanya) dinikahi karena empat hal, yaitu : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang bagus agamanya. (Jika tidak), maka engkau akan merugi” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5090, Muslim no. 1466, Abu Daawud no. 2047, dan yang lainnya].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ ؟ قَالَ: " الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا، وَمَالِهَا، بِمَا يَكْرَهُ "
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Pernah dikatakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita apakah yang paling baik ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita yang paling menyenangkan apabila dilihat, mentati suaminya jika ia memerintahkannya, dan tidak menyalahi suaminya dalam diri dan hartanya dengan sesuatu yang dibenci suaminya” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 3231; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1838].
Baik sekali nasihat yang diberikan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya tersebut.
Anyway, ada baiknya kita mengenal standar wanita ideal yang dimiliki umat lain. Kita ambil contoh adalah umat Syi’ah. Mereka punya standar (tambahan) tersendiri bagi wanita yang dianjurkan dinikahi oleh kaum laki-laki. Anda ingin tahu ? Berikut beberapa riwayatnya :
الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَلَّى بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ لِيَ الرِّضَا ( عليه السلام ) إِذَا نَكَحْتَ فَانْكِحْ عَجْزَاءَ
Dan dari Al-Husain bin Muhammad, dari Mu'allaa bin Muhammad, dari Ahmad bin Muhammad bin 'Abdillah, ia berkata : Ar-Ridlaa pernah berkata kepadaku : "Jika engkau hendak menikah, nikahilah wanita yang besar (bagus) pantatnya" [Al-Kaafiy oleh Al-Kulainiy, 5/335 no. 3].
عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِنَا رَفَعَ الْحَدِيثَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ ( صلى الله عليه وآله ) إِذَا أَرَادَ تَزْوِيجَ امْرَأَةٍ بَعَثَ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَ يَقُولُ لِلْمَبْعُوثَةِ شَمِّي لِيتَهَا فَإِنْ طَابَ لِيتُهَا طَابَ عَرْفُهَا وَ انْظُرِي كَعْبَهَا فَإِنْ دَرِمَ كَعْبُهَا عَظُمَ كَعْثَبُهَا
Beberapa orang shahabat kami, dari Ahmad bin Abi ‘Abdillah, dari sebagian shahabat kami dengan memarfu’kan hadits, ia berkata : Apabila Nabi (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi hendak menikahi seorang wanita, maka beliau mengutus seorang wanita untuk melihat wanita tersebut. Beliau bersabda kepada utusannya : “Ciumlah bau di lehernya. Apabila lehernya baik/wangi baunya, maka lihatlah pergelangan kakinya. Apabila pergelangan kakinya halus, itu pertanda kemaluannya (vaginanya) besar” [idem, no. 4].
أَحْمَدُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ النُّعْمَانِ عَنْ أَخِيهِ عَنْ دَاوُدَ بْنِ النُّعْمَانِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْخَزَّازِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ (عليه السلام) قَالَ إِنِّي جَرَّبْتُ جَوَارِيَ بَيْضَاءَ وَ أَدْمَاءَ فَكَانَ بَيْنَهُنَّ بَوْنٌ
Ahmad, dari ayahnya, dari ‘Aliy bin An-Nu’maan, dari saudara laki-lakinya, dari Daawud bin An-Nu’maan, dari Abu Ayyuub Al-Khazzaaz, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Sesungguhnya aku berpengalaman ‘mencoba’ dua budak gadis yang berkulit putih dan sawo matang. Maka, antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat mencolok (dalam keutamaannya/kenikmatannya)[1]” [idem no. 5].
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّوْفَلِيِّ عَنِ السَّكُونِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ (عليه السلام) قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (صلى الله عليه وآله) تَزَوَّجُوا الزُّرْقَ فَإِنَّ فِيهِنَّ الْيُمْنَ
‘Aliy bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari An-Naufaliy, dari As-Sakuuniy, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : Telah berkata Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) : “Nikahilah wanita bermata biru, karena padanya terdapat keberuntungan/barakah” [idem, no. 6].
عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ سَهْلِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ صَالِحٍ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِهِ عَنْ أَبِي الْحَسَنِ ( عليه السلام ) قَالَ مِنْ سَعَادَةِ الرَّجُلِ أَنْ يَكْشِفَ الثَّوْبَ عَنِ امْرَأَةٍ بَيْضَاءَ
Beberapa orang shahabat kami, dari Sahl bin Ziyaad, dari Bakr bin Shaalih, dari sebagian shahabat-shahabatnya, dari Abul-Hasan (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Termasuk kebahagiaan seorang laki-laki adalah ia dapat menyingkap pakaian wanita berkulit putih” [idem, no. 7].
Beberapa hadits di atas dijadikan hujjah oleh beberapa ulama Syi’ah dalam bab-bab fiqh misalnya Al-Hurr Al-‘Aamiliy dalam kitabnya Wasaailusy-Syii’ah (20/56-57) : Disukainya memilih wanita berkulit coklat, berpantat besar, lagi bermata indah”. Begitu juga Yuusuf Al-Bahrainiy dalam Hadaaiqun-Naadlirah (Kitaabun-Nikaah, hal 22-23), dan yang lainnya.
Beberapa ulama Syi’ah belakangan mendla’ifkan riwayat-riwayat di atas. Itu adalah urusan mereka. Akan tetapi, para ulama dan masyarakat Syi’ah mutaqaddimiin (tempo dulu) menerima karena berasal dari Kitab Al-Kaafiy yang kedudukannya seperti Shahiih Al-Bukhaariy di sisi kaum muslimin. Bahkan sebagian ulama dan masyarakat Syi’ah era sekarang masih menerima riwayat-riwayat yang ada dalam Al-Kaafiy secara mutlak[2].
Meski riwayat di atas adalah tidak diterima oleh kaum muslimin, setidaknya riwayat-riwayat tersebut dapat digunakan untuk mengetahui behavior orang-orang Syi’ah dalam memburu wanita.
Wallaahul-musta’aan.
[anakmuslimtaat’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 28011435/01122013 – 21:50].
[2] Al-Mahdiy – imam Syii’ah – pernah berkata : “Al-Kaafiy telah mencukupi bagi pengikut (Syi’ah) kami” [Muqaddimah Al-Kaafiy, hal. 25 – baca juga : al-shia.org].
Salah seorang ulama Syi’ah yang bermana Al-Muhaajir pun menetapkan perkataan Al-Mahdiy tersebut :
Al-Kulainiy sendiri mengatakan tentang kitabnya Al-Kaafiy :
وقلت: إنك تحب أن يكون عندك كتاب كاف يجمع [فيه] من جميع فنون علم الدين، ما يكتفي به المتعلم، ويرجع إليه المسترشد، ويأخذ منه من يريد علم الدين والعمل به بالآثار الصحيحة عن الصادقين عليهم السلام والسنن القائمة التي عليها العمل، وبها يؤدي فرض الله عز وجل وسنة نبيه صلى الله عليه وآله، وقلت: لو كان ذلك رجوت أن يكون ذلك سببا " يتدارك الله [تعالى] بمعونته وتوفيقه إخواننا وأهل ملتنا ويقبل بهم إلى مراشدهم
“Dan aku katakan : Sesungguhnya engkau menginginkan satu kitab di sisimu yang mencukupi yang menghimpun padanya seluruh cabang ilmu agama; yang dapat memuaskan pelajar; menjadi rujukan orang yang ingin mendapatkan hidayah/bimbingan; dan diambil darinya orang-orang yang menginginkan ilmu agama serta beramal dengannya berdasarkan atsar-atsar yang shahih dari orang-orang yang benar ‘alaihimus-salaam, (dan berdasarkan) sunnah-sunnah yang menjadi landasan amal; dan yang dengannya (atsar dan sunnah tersebut) ditunaikan segala kewajiban Allah ‘azza wa jalla dan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi. Dan aku katakan : Oleh karena itu, aku harapkan kitab tersebut menjadi sebab untuk Allah ta’ala memberikan pertolongan dan taufiq-Nya kepada saudara-saudara kami dan pemeluk agama kami (Syi’ah), serta memberikan petunjuk kepada mereka” [Al-Kaafiy, 1/8].
Jadi, menurut Al-Kulainiy hadits-hadits atau atsar-atsar yang ada dalam kitabnya tersebut telah ia seleksi dengan hanya mencantumkan yang shahih saja. Apa yang saya katakan ini adalah sebagaimana dikatakan Al-Hurr Al-‘Aamiliy :
ومنها وصفة لكتابه بالأوصاف المذكورة البليغة التي يستلزم ثبوت أحاديثه كما لا يخفى.
ومنها ما ذكره من أنه صنف الكتاب لإزالة حيرة السائل، ومعلوم أنه لو لفق كتابا من الصحيح وغيره، وما ثبت من الاخبار وما لم يثبت، لزاد السائل حيرة وإشكالا، فعلم أن أحاديثه كلها ثابتة.
“Dan di antaranya, ia (Al-Kulainiy) menyifati kitabnya (Al-Kaafiy) dengan sifat-sifat tersebut yang mengkonsekuensikan keshahihan hadits-haditsnya sebagaimana tidak ada kesamaran.
Dan di antaranya adalah apa yang ia sebutkan bahwa ia menuliskan kitab tersebut dalam rangka menghilangkan kebingungan dari si Penanya. Dan telah diketahui bahwa seandainya ia menulis kitab dengan menghimpun yang shahih dan yang tidak shahih, khabar-khabar yang tsaabit dan yang tidak tsaabit, niscaya akan bertambah kebingungan dan kontradiksi. Maka dengan demikian diketahui bahwa seluruh hadits (dalam kitab Al-Kaafiy) adalah shahih” [Wasaailusy-Syii’ah, 20/64].