Menjadi Pemuda Idaman | Ilmu Islam

Senin, 02 Desember 2013

Menjadi Pemuda Idaman

Oleh Kang Hari Moekti

Generasi muda mempunyai posisi yang penting dalam proses regenerasi suatu masyarakat atau bangsa. Generasi mudalah yang akan menyambut tongkat estafet kepemimpinan suatu negeri. Keberhasilan perjuangan suatu bangsa akan tercermin dari keberhasilannya melahirkan generasi penerus yang berkualitas sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sebaliknya jika generasi penerus yang dihasilkan lemah, tidak bermoral, tidak mampu memikul tanggung jawab kebangkitan, maka perjuangan generasi sebelumnya akan tidak berarti. Karena generasi muda hanya akan menjadi generasi pemalas yang bangga dengan masa lalu bangsanya, tetapi rapuh pada zamannya.

Masa muda adalah lambang kekuatan, keuasaan, vitalitas, dan energi. Secara umum merupakan masa ketika potensi dan kemampuan fisik, mental, dan intelektual serta moral seseorang berada dalam tingkat perkembangan dan daya guna yang optimal. Masa muda merupakan saat ketika pikiran dan daya kreasi menunjukkan kemampuan untuk menemukan dan menciptakan sesuatu dalam bentuk yang terbaik.

Sesuai dengan pengertian akhil balig, masa muda adalah saat seseorang mencapai posisi kematangan yang utuh, telah siap memikul serta menerima tugas dan tanggung jawab yang paling berat sekalipun. Sehingga pemuda dibebani pelaksanaan hukum dan dituntut untuk mempunyai sifat dasar pemuda yang senantiasa agresif, dinamis, inovatif, dan progresif.

Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa tidak ada kebangkitan suatu bangsa tanpa kiprah kaum muda di dalamnya. Jiwa kepahlawanan, rasa ingin berkuasa, kemauan untuk bebas dari cengkraman belenggu penjajahan senantiasa tumbuh subur dalam aliran darah muda. Hal ini dapat dikaji dalam dokumen-dokumen kepahlawanan dan perjuangan dari berbagai negeri. Pemudalah yang berkiprah dalam perjuangan suatu bangsa, kobaran semangat mereka mendorong pergerakan roda-roda kehidupan masyarakat.

Generasi muda juga mempunyai potensi yang sangat dahsyat yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kepentingan. Dengan demikian, gejolak jiwa kepemudaannya perlu dipersiapkan dan pemuda perlu mempersiapkan diri untuk menjadi individu-individu yang mempunyai keunggulan dan mengetahui siapa dirinya sehingga siap mengambil peranan, berjuang demi kemajuan umat manusia.

Akan tetapi, kenyataan yang ada sekarang pemuda yang pentuh potensi itu tengah dirundung permasalahan yang serius akibat sistem kehidupan masyarakat yang berideologi kapitalis. Sistem kehidupan yang jauh dari tuntutan Ilahi akan menciptakan kondisi masyarakat yang frustasi, mengejar kesenangan semu. Dalam masyarakat berideologi kapitalis akan menampakkan ciri liberal dan individualis sehingga masing-masing individu tidak saling mengingatkan apabila beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kaum muda mengalami dekadensi moral, mereka sudah terpola menjadi generasi yang individualis, liberal, akrab dengan holiganisme dan vandalisme. Mereka pun tanpa perasaan berdosa mengabaikan nilai-nilai syar’i sehingga hidupnya bebas tanpa aturan. Anak-anak muda sudah terbiasa untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Kasus-kasus kriminal berupa pemerkosaan dan perampokan sering dilakukan remaja. Ataupun kekerasan berupa tawuran antarpelajar menunjukkan sebagian permasalahan sosial ini. Semua tindakan tak bermoral tersebut dilakukan oleh anak-anak muda. Hal ini diperkeruh oleh kehadiran diskotik-diskotik dan night club yang sudah menjadi institusi yang melahirkan generasi-generasi koplo yang sulit lepas dari minuman keras, bahkan obat terlarang dari BK sampai kelas pink XTC, sadar atau tidak telah menunjukkan jati diri yang jauh dari norma-norma agama.

Dengan dukungan media massa yang penuh dengan informasi gaya hidup kapitalis yang akhir-akhir ini menjadi santapan kaum muda, segala ruh ideologi terebut merasuk ke seluruh organ, menerpa kepribadian pemuda yang menjadikan mereka konsumtif dan hedonis, mereka menjadi sasaran empuk para produsen. Belum lagi daya tarik mal dan plaza yang mendidik pemuda hidup penuh sensasi, ngeceng. Anak-anak muda dengan gaya hidup mewah seperti itu, dan pada sisi lain (menganggap, seolah-olah) daya dukung ekonomi yang terbatas menjadikan kaum muda menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (ekonominya). Konsekuensi dari sistem kehidupan semacam ini adalah wajar jika anak-anak muda terlibat dalam penjambretan, pencurian, dan perampokan, atau mereka berprofesi yang tidak manusiawi menjadi pemuas nafsu para hidung belang om genit atau tante girang.

Generasi muda juga terombang-ambing secara ideologis akibat banyaknya arus pemikiran yang mempengaruhi permasalahan mereka. Akidah Islamnya yang dianut sebagian besar anak muda mengharuskan ketierikatan dengan hukum Syara’ pada setiap aspek kehidupan, tetapi pada saat yang sama, mereka hidup dalam masyarakat berakidah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama dan ideologi kapitalis hanyalah hubungan antara individu dan Penciptanya. Sedangkan akidah sosialis menganggap agama sebagai candu yang meracuni masyarakat dan menghambat pekerjaan. Islam memerintahkan manusia hidup dalam aturan Penciptanya, tetapi masyarakat sekarang hidup di bawah aturan buatannya sendiri.

Dan pemuda juga salah paham terhadap politik, mereka menganggap kesadaran politik adalah kesadaran akan situasi politik, perkembangan internasional, maupun manuver-manuver politik. Pembakaran dan pengrusakan pada insiden 27 Juli 1996, dianggap aktivitas politik. Tidak sedikit pemuda yang menganggap politik itu kotor, sehingga mereka tidak peduli akan hal itu. Bahkan mereka menjadi ajang rebutan organisasi-organisasi politik atau sebaliknya yang berusaha meraih kekuasaan dengan mengincar kedudukan tertentu dalam kancah politik praktis. Padahal yang dimaksud kesadaran politik (political awareness. Wa’yus siyassii) adalah suatu pandangan universal (global) berdasarkan pemahaman yang khas kapitalis, sosialis atau Islam terhadap upaya manusia untuk memelihara urusannya.

Akan tetapi, permasalahan-permasalahan di sekitar pemuda bukanlah permasalahan pokok, melainkan permasalahan cabang yang timbul akibat sistem kehidupan masyarakat yang berideologi kapitalis. Dari keluarga yang berantakan akan melahirkan generasi yang berantakan pula. Rumah bagi pemuda dan keluarganya bukan lagi menjadi baitijannatii, tapi hanyalah tempat untuk alamat dan menumpuk harta belaka. Itu sebabnya, pemuda tidak lagi mempunyai idealisme yang luhur dalam jiwanya karena sebelum keluar rumah mereka terhempas dari kebenaran ke jurang kemaksiatan.

Sekolah sebagai tempat menuntut ilmu bagi pemuda kini dapat diharapkan mampu membentuk idealisme. Sekolah berubah menjadi ajang pamer dengan penilaian untung rugi. Bahkan sekolah sudah setara dengan hotel berbintang dengan tarif yang tak terjangkau oleh rakyat banyak yang memang membutuhkan pendidikan berkualitas. Sistem pendidikan yang ada kini memang perlu dikaji ulang, jika tidak, sulit diharapkan akan pemimpin yang andal pada masa depan dari generasi ini.

Masyarakat umum sebagai lingkungan makro bagi pembinaan dan pengawasan terhadap perkembangan pemuda, kini tak lagi berfungsi layaknya penuntun dan pengontrol. Tetapi, masyarakat yang serba permissive akan segala budaya yang merusak akhlaq generasi muda, bahkan menjadi contoh yang sempurna akan kerusakan pribadinya. Media massa pun senantiasa menyajikan seks, kekerasan, kebebasan individual, konsumtif, dan gaya hidup hedonis. Wajar jika kemudain merajalela kasus-kasus kriminal, vandalisme, holiganisme dalam bentuk tawuran, seks dan pergaulan bebas, aborsi, kehancuran keluarga, dan sebagainya.

Kendati sebagian besar pemuda tengah dilanda permasalahan yang serius, namun masih banyak pula pemuda-pemuda yang berpegang teguh pada idealisme agamanya. Mereka adalah pemuda-pemuda Islam yang senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah Allah yang menciptakannya di tengah arus dampak buruk globalisasi. Pemuda Islam itu berupaya menjadi pemuda muslim kaaffah menurut pandangan Islam. Mereka memiliki keimanan yang kokoh, selalu mendasarkan perbuatannya pada niat yang ikhlas serta berusaha sekuat tenaga untuk terikat dan mengikatkan diri dengan ajaran Islam.

Manusia hidup tidak mungkin tanpa salah dan dosa, tetapi pemuda muslim akan senantiasa berupaya untuk tidak berbuat dosa. Kalaupun tanpa sengaja melakukan maksiat, mereka segera bertobat. Pemuda Islam pun kadangkala mendengarkan musik, shopping, dan menikmati keindahan dunia lainnya yang serba semu ini selama tidak bercampur dengan perkara maksiat. Bukan untuk “sok suci”, melainkan karena takut kepada Allah S.W.T Yang Maha Tahu. Mereka rindu untuk bertemu dengan-Nya dalam keadaan ridha dan diridhai oleh-Nya.

Pemuda Islam juga mempunyai idola yang ditiru tingkah lakunya. Idolanya bukanlah seorang penyanyi ternama, bintang film terkenal, olahragawan atau kepala negara serta ilmuwan, akan tetapi idolanya adalah Rasulullah Muhammad S.A.W dan sahabat-sahabatnya, karena ia berpedoman pada firman Allah,

“Sesungguhnya telah ada pula dalam (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak berdzikir kepada Allah.” (al-Ahzab:21)

Selain itu, bila hidup hanya sekadar menuruti hawa nafsu, apa yang akan diperoleh, selain kesenangan semu, bersifat sementara, dan jumlahnya sedikit? Tidak ada lagi! Bahkan tidak jarang pemuda yang memperturutkan hawa nafsu seperti ini dengan kegelisahan, kegundah-gulanaan dan stres, frustasi di tengah hiruk pikuknya kehidupan akibat tidak punya tujuan dan pegangan hidup yang benar. Ketentraman hanyalah sebuah impian tanpa kenyataan baginya. Semua ini dipahami betul oleh pemuda Islam.

Di samping meyakini secara aqli dengan kemampuan berpikirnya secara naqli pemuda Islam pun sangat memahami beberapa ayat Allah S.W.T tentang wajibnya terikat dengan aturan Allah S.W.T, di antaranya,

“Dan apa-apa yang diperintahkan rasul, ambillah dan apa-apa yang dilarang rasul, jauhilah.” (al-Hasyr:7)

“Demi Rabbmu, tidaklah mereka disebut beriman sampai mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim (penentu aturan) dalam perkara yang mereka perselisihkan. Mereka tidak keberatan dalam diri mereka terhadap apa yang engkau putuskan, bahkan mereka menerima bulat-bulat.” (an-Nisaa:65)

Pembahasan tentang pemuda sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat secara umum. Karena pemuda merupakan bagian integral dari masyarakatnya, pemuda bermasalah menunjukkan masyarakat yang bersalah. Sebutan pemuda (kaum muda) adalah untuk mewakili sebutan masyarakat keseluruhan. Oleh karena itu, untuk melahirkan Islam dari pemuda, tidak dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, secara kasuistis, tetapi perlu adanya usaha menyeluruh berupa rehabilitasi bahkan perombakan total dalam segala sendi kehidupan dari beragai pihak, yaitu sebagai berikut

1. Pemuda Itu Sendiri
Pemuda sendiri harus mempunyai niat yang ikhlas dan kuat untuk menjadi yang saleh dan berkualitas. Mereka mempunyai keinginan tulus untuk berkepribadian Islam, yang memahami ajaran Islam, mendalami, memahami dan mengamalkan sekuat tenaga dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berusaha mencari hidayah, karena yakin bahwa Allah S.W.T tidak akan memberikan hidayah kepada orang yang tidak mencarinya. Tanpa adanya kesadaran dan kemauan serta usaha dari dalam diri pemuda itu sendiri, usaha untuk membentuk pemuda Islam yang saleh akan sulit terwujud.

Siapapun yang merasa pemuda, sudah selayaknya mempunyai keinginan kuat dalam dirinya untuk menjadi pemuda saleh lalu berusaha mencapainya. Hal ini harus dimulai dari sekarang, mumpung waktu masih luang, tenaga masih kuat, umur masih muda, harta ada dan yang mau mengajari pun cukup banyak! Kecuali pemuda yang hilang kesadarannya. Allah S.W.T berfirman,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah keadaan mereka sendiri.” (ar-Ra’d:1)

2. Masyarakat
Dalam mencari jatidirinya, pemuda pasti memerlukan pedoman yang menjadi acuan dalam melangkah, penuntunnya akan membantu mengarahkan, mengingatkan dan meluruskan setiap langkah-langkah pemuda. Dalam setiap generasi, pedoman dan penuntunnya senantiasa ada dan terbentuk secara alami dalam realitas kehidupan. Kehidupan pemuda tidak lepas dari lingkungan masyarakatnya. Masyarakat disini mencakup keluarga, tetangga, sekolah/kampus atau masyarakat pada umumnya. Walaupun sebuah keluarga telah menerapkan pendidikan Islami dalam keluarganya, ketika si anak bergaul dengan teman dan masyarakat, belajar di sekolah yang tidak Islami, ia akan berada dalam kondisi yang jauh dari nilai-nilai Islam.

Dari sinilah terwujud pedoman dan penuntun kehidupan seorang pemuda, masyarakat akan memberikan tuntunan sesuai dengan ideologi yang dianutnya, antaranggota keluarga saling mengingatkan, antaranggota masyarakat saling menegur apabila terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Islam dan saling mengajak untuk berbuat kebaikan. Bila hal ini berjalan maka seseorang tidak dapat akan berbuat seenaknya. Individualis tidak dikenal dalam masyarakat Islam bila hal itu berhubngan dengan perintah amar ma’ruf nahi munkar.

3. Penguasa
Tidak sedikit sumber kebobrokan akan hilang bila penguasa melarang beredarnya sumber kebobrokan itu dan memberangusnya. Bisa dibayangkan, bila penguasa mengeluarkan aturan yang melarang memproduksi minuman keras, obat-obatan terlarang, film porno, buku porno, riba, judi, dan yang lainnya, niscaya semua itu akan hilang dari peredaran, tidak lagi mempengaruhi kaum muda. Sebaliknya, aturan buatan penguasa manapun yang longgar dapat saja memicu kemaksiatan dan menghalangi kebaikan bila keliru menetapkannya.

Oleh karena itu, perlu keinginan politis untuk menciptakan masyarakat yang muslim idaman—kaffah, masyarakat yang peduli terhadap perkembangan warganya, memiliki kesamaan rasa, kesamaan pikiran dalam kesatuan arah yang utuh. Individu dalam masyarakat muslim kaffah ini akan cepat tanggap terhadap maslaah yang timbul dalam lingkungannya, pemerintah yang mempunyai kekuasaan akan melakukan tindakan penyelesaian dengan segera, bahkan jauh sebelumnya telah dilakukan tindakan preventif. Mereka semua merasa bertanggung jawab atas kejadian yang buruk itu. Mereka satu pemikiran yang kemudian akan membantu menyelesaikan masalah yang sedang terjadi, tidak tinggal diam atau sekadar mengutuk, saling menyalahkan tanpa penyelesaian. Masyarakat seperti inilah yang diajarkan Islam.

Bila hal ini terwujud dan berfungsi dengan baik, insya Allah akan lahir generasi-generasi harapan umat yang beridealisme tinggi dan luhur. Mereka mempunyai cita-cita hidup di dunia ini dan berusaha meraihnya untuk menikmatinya dengan penuh semangat, tetapi tidak menjadikannya sebagai tujuan utamanya.

Oleh karena itu, untuk membina individu-individu dalam keluarga muslim menjadi generasi berkualitas pada masa mendatang adalah bukan hanya bergantung pada keluarga itu sendiri, atau kepada pribadi-pribadi muslim, akan tetapi, bergantung pula kepada masyarakat secara umum dan pemerintah. Dengan tercapainya ketiga hal di atas menjadi Islami, yaitu berjalan sesuai dengan aturan Islam, tentu membentuk pemuda Islam yang saleh sangatlah mudah. Bahkan masyarakat pun akan menjadi masyarakat yang saleh dan negara menjadi aman, damai, dan sejahtera. Wallahu a’lam bish-shawab.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dikutip dari buku Jangan Jadi Bebek karangan O. Solihin Hal. vii-xviii

YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer

Menjadi Pemuda Idaman Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top