JAKARTA - Berdasarkan data KPU (Komisi Pemilihan Umum) alokasi kursi di DPR tetap, yaitu 560 kursi. Sedangkan kursi itu diperebutkan oleh 6.607 caleg dari 12 partai politik.
Jadi jumlah mereka yang terpilih nanti hanyalah 8 persen saja. Dari data yang ada di KPU, 90 persen caleg DPR 2014 ini, muka lama. Hanya 10 persen muka baru. Walhasil kemungkinan sangat kecil bagi caleg yang baru.
Jumlah yang sama terjadi di DPRD I dan DPRD II. Menurut KPU tersedia 2.137 kursi di DPRD Provinsi. Sedangkan DPRD Kabupaten/Kota jumlah kuris yang tersedia 17.560 kursi.
Maka total dengan DPR jumlahnya mencapai 20.257 kursi. Kursi sebanyak itu diperebutkan oleh 200 ribu calon wakil rakyat seluruh Indonesia. Jadi nanti yang akan mendapatkan kursi jumlahnya hanyalah 10 persen.
Namun, persoalannya yang sangat berat bagi setiap calon DPR/DPRD, mahalnya biaya kampanye. Ini akan menjadi beban partai maupun caleg. Menurut tokoh PDIP, Pramono Anung, biaya politik, yang harus dikeluarkan oleh caleg, setiap periode kampanye terus meningkat. Bukan tambah sedikit, tetapi semakin mahal.
Menurut Pram, ada seorang yang mengeluarkan Rp 22 miliar untuk menjadi caleg. Ini wajar. Ada pula yang mengeluarkan hingga Rp 18 miliar. Sedangkan bagi yang ingin menjadi presiden, dia harus mengeluarkan biaya paling sedikit Rp 3 triliun!
Menurut Pramono Anung, “Ada yang mengkawatirkan bagi saya sebagai politisi, pertama, sistem politik kita melahirkan sistem biaya tinggi. Yang terjadi siklus ‘money-power-more money-more power’, ungkap Pram.
Jadi kalau ingin berkuasa atau menjadi pejabat publik di Indonesia harus memiliki kapital modal yang banyak. Jelasnya semua ditentukan oleh uang. Bukan lagi yang menjadi ukuran itu, seperti kejujuran, ketulusan, pengorbanan, dan dedikasi kepada rakyat, tetapi caleg yang memiliki ‘much money’ (banyak uang).
Tahun 20009, secara rata-rata baiiaya kampanye bagi caleg DPR, berkisar antara Rp 3,3 miliar sampai Rp 4,5 miliar. Lalu, biaya kampanye pemilu bagi caleg DPR, tahun 2014 ini, berapa? Bisa rata-rata diatas angka Rp 7 miliar sampai Rp 10 miliar. Untuk mendapatkan uang sebanyak itu dari mana mereka mengumpulkannya?
Inilah yang mengakibatkan timbulnya korupsi di kalangan anggota legislatif (DPR), karena tingginya biaya kampanye. Mereka harus mencari dan menggali dana kampanye, dan itu tidak mudah. Semua akan mempunyai dampak yang buruk, khususnya bagi mereka yang terpilih.
Pasti mereka dituntut mengembalikan modal yang mereka peroleh. Pantas kalau caleg DPR 2014 ini, 90 persen masih muka lama, setidaknya mereka sudah lima tahun menjadi anggota DPR sudah dapat mengumpulkan modal kampanye.
Namun, bagi mereka yang tidak memiliki modal dan tidak memiliki relasi atau tidak memiliki modal sulit dapat ikut pesta demokrasi, dan terpilih menjadi anggota DPR/DPRD. Karena dibutuhkan modal yang begitu besar. Apalagi, sistem pemilu 2014 ini, berdasarkan suara terbanyak, bukan lagi nomor urut. Maka tingkat persaingan antar partai dan internal partai, diantara para caleg semakin keras.
Pantas pernah di Bojonegoro, ada calon independen, ikut pemilihan bupati, dan kalah, kemudian menjadi gila, bertelanjang mengelilingi kota. Karena harus memikirkan mengembalikan modal yang sudah digunakannya. Sungguh ironi pemilu.
Sumber : http://m.voa-islam.com/news/indonesiana/2014/02/21/29194/usai-pemilu-2014akan-banyak-orang-gila/