Menurut kabar (burung), orang Syi’ah tidak mau sujud ketika shalat kecuali jika kontak dengan tanah secara langsung. Oleh karenanya, kita sering melihat orang Syi’ah – kalau nggak pas beradegan taqiyyah – membawa lempengan tanah seukuran koin benggol jaman engkong kita dulu yang dipakai untuk alas sujud dahi mereka ketika shalat.
Apalagi jika koin lempengan tanah yang mereka pakai tersebut diimport dari Karbalaa’, katanya, semakin berpahala dan menambahkhusyu’ mereka dalam shalat. Dan katanya pula, sujud kalau tidak dilakukan di atas tanah tidak sah (taqiyyah mode : off), seperti misal di atas lantai masjid/rumah, sajadah, dan yang lainnya.
Sebenarnya apa yang mereka katakan itu tidak benar. Boleh dan sah shalat jika dilakukan bukan di atas tanah, tidak mesti dahi kontak dengan tanah secara langsung. Dasarnya riwayat berikut:
رواه داود الصرمي قال : «سألت أبا الحسن الثالث (عليه السلام) : هل يجوز السجود على القطن والكتّان من غير تقية؟ فقال (عليه السلام) : «جائز»
Diriwayatkan oleh Daawud Ash-Shiramiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Abul-Hasan Ats-Tsaalits[1] : “Apakah diperbolehkan sujud di atas kapas dan rami tanpa sebab taqiyyah ?”. Maka ia (‘alaihis-salaam) menjawab : “Boleh” [At-Tahdziib 2/307, Al-Istibshaar1/332, dan Al-Wasaail 5/348 - dishahihkan oleh Al-Khuu'iy].
رواه الحسين بن عليّ بن كيسان الصنعاني قال : كتبت إلى أبي الحسن الثالث (عليه السلام) أسأله عن السجود على القطن والكتان من غير تقية ولا ضرورة؟ فكتب إليّ : «ذلك جائز»
Diriwayatkan dari Al-Husain bin ‘Aliy bin Kaisaan Ash-Shan’aaniy, ia berkata : Aku pernah menulis surat kepada Abul-Hasan Ats-Tsaalits (‘alaihis-salaam). Aku bertanya kepadanya tentang sujud di atas kapas dan rami tanpa sebab taqiyyah dan darurat. Lalu ia menulis surat balasan : “Hal itu diperbolehkan” [At-Tahdziib2/308, Al-Istibshaar 1/333, dan Al-Wasaail 5/348].
Jadi, boleh-boleh saja shalat tanpa menggunakan koin tanah. Tidak benar pula jika dikatakan tidak sah. Justru yang tidak sah itu banyak terjadi pada orang yang sujud di atas koin tanah tadi, karena kebanyakan hidung mereka tidak menyentuh tempat yang disujudi dahi, seperti gambar di bawah:
Dasarnya:
عمار عن جعفر عن أبيه قال «قال علي (عليه السلام) : لا تجزي صلاة لا يصيب الأنف ما يصيب الجبين»
‘Ammaar, dari Ja’far, dari ayahnya, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy (‘alaihis-salaam) : “Tidak mencukupi shalat dimana hidung tidak menyentuh apa yang menyentuh dahi” [Al-Wasaail, 6/344].
Dalam sebagian teks disebutkan dengan lafadh:
لا تجزي صلاة من لا يصيب أنفه ما يصيب جبينه
“Tidak mencukupi shalat seseorang yang hidungnya tidak menyentuh apa yang menyentuh dahinya” [Mishbaahul-Faqiih, hal. 349].
Tidak mencukupi di situ dhahir maksudnya adalah tidak sah. Riwayat di atas, katanya shahih (sebagaimana dikatakan Al-Khuu'iy dan yang ada dalam Al-Hadaaiqun-Naadlirah hal. 295).
Saran saya, sebaiknya kalau shalat tidak perlu memakai koin lempengan tanah lagi, dikhawatirkan tidak sah. Dikhawatirkan juga, akan terjadi kerusakan lingkungan apabila tanah daerah Karbalaa’ diambili untuk dibuat koin alas shalat seluruh kaum muslimin di dunia, seperti booming baku akik di tanah air yang membuat banyak orang membongkar-bongkar tanah, batu-batuan yang ada di sungai dan di bukit.
[anakmuslimtaat’ – perumahan ciomas permai – 22032015 – 13:27].