Apakah Anda Rendah Hati atau Sombong? | Ilmu Islam

Selasa, 31 Maret 2015

Apakah Anda Rendah Hati atau Sombong?


Oleh: Ustad Nouman Ali Khan || Lihat videonya disini.

Allah Azza wa Jalla memuliakan semua keturunan Adam. Siapakah diri kita sehingga berani meremehkan orang lain? Allah berfirman bahwa orang yang mulia di mata Allah adalah yang berjalan dengan rendah hati. Tapi bagaimana caranya mengetahui apakah kita rendah hati? Inilah caranya: Ketika ada orang yang menghina atau memarahi anda, tetaplah bersikap tenang dan jangan ikut marah. Saya tahu bahwa ketika ada orang yang menghina kita, hal itu menyakitkan. Dan Allah menyebut orang-orang seperti itu sebagai jahilun. Jahilun dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari akhil. Jahilun berarti seseorang yang tidak bisa mengontrol emosi mereka.

Jadi misalnya anda mengemudi di jalanan kemudian seseorang menyalip anda. Dan anda membunyikan klakson untuk menghentikan mobilnya. Kemudian orang itu keluar dari mobilnya dan marah-marah kepada anda. Tapi anda tidak meladeni amarahnya melainkan mengucapkan "Assalammu’alaikum. Saya minta maaf, tidak apa-apa.” Anda harus belajar melakukan itu.

Hal ini AKAN TERJADI pada anda. Jadi misalnya ada orang berbicara kasar pada anda, tidak mengapa. Itu hak mereka. Anda mungkin tidak tahu mengapa orang itu berbicara seperti itu pada anda. Mungkin ada hal lain yang terjadi dalam hidup mereka, sehingga mereka menumpahkan kemarahannya pada anda. Anda harus menjadi pemaaf dan rendah hati pada orang lain.

Ada banyak wanita dan pria yang mendatangi Rasulullah s.a.w dan marah-marah kepadanya, padahal mereka Muslim. Dan Rasulullah s.a.w tidak menjadi emosi, dia malah menenangkan mereka. Para Sahabat sudah ingin membunuh orang-orang seperti itu, namun dia bersabda “Tenang. Damai saja.”

Ini adalah sunnah dari Rasulullah s.a.w. Ketika ada orang yang mengatakan hal-hal yang membuat anda marah, anda harus tenang. Dan bagi para pembaca yang laki-laki, istri anda seringkali mengatakan hal-hal yang membuat anda marah. Dan ketika anda mendengarnya, jangan ikut-ikutan marah. Bersikaplah tenang dan santai. Jangan membalas kemarahannya.

Bagi para pembaca wanita, suami anda seringkali mengatakan hal-hal yang membuat anda naik pitam. Dan Allah telah memberikan anda kekuatan spesial. Saya punya 3 orang saudari, istri, dan 4 orang putri. Saya tahu bahwa wanita punya kekuatan spesial. Kekuatan spesial itu adalah: Wanita bisa memberikan jawaban yang langsung menusuk tepat di jantung anda sehingga emosi anda memuncak. Tapi ketika suami anda hilang kendali dan dia menjadi terlalu emosi, tenangkanlah dia. Ubahlah topik pembicaraannya.

Anda harus tenang ketika berurusan dengan orang. Anda akan bertemu berbagai jenis orang dengan tempramen masing-masing. Sebagian dari kita mempunyai bos yang Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Dia selalu marah, bahkan ketika sedang tersenyum mukanya tampak seperti sedang marah. Ada bos yang seperti itu. Tapi anda harus belajar cara menyikapinya dengan damai.

Bagi anda yang berprofesi sebagai guru, ada sebagian murid yang membuat anda marah. Namun anda harus tenang. Anda tidak boleh marah-marah ketika mengajar. Rasulullah s.a.w bersabda “Aku diutus sebagai guru.” Namun dia tidak pernah marah pada orang. Budaknya menceritakan bahwa dia tinggal bersama Nabi dan Nabi tidak pernah menghardiknya di sepanjang waktu. Subhanallah. Padahal orang tersebut adalah budaknya, bukan karyawannya, namun Nabi tidak pernah menghardiknya.

Jadi bersikap tenang dan mengendalikan amarah sangat penting. Mengapa ini sangat penting?
Karena lain kali ketika anda memaksa diri anda untuk tetap tenang dan tidak marah, katakanlah dalam hati “Aku melakukan ini karena ingin mendapatkan kemuliaan di mata Allah.” Inilah orang-orang yang dicintai Allah, yaitu orang-orang yang dapat mengendalikan amarah, orang yang dapat melepaskan egonya dan menenangkan situasi. MESKIPUN ketika mereka BENAR, mereka berkata, “Tidak apa-apa. Kita tidak perlu bertengkar. Damai saja.”

Saya akan menceritakan kisah menarik tentang Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah tentu saja seorang ulama terhebat sepanjang sejarah Islam. Orang-orang banyak berdatangan kepadanya untuk bertanya tentang fiqih. Kebetulan ibunya punya pertanyaan, dan Imam Abu Hanifah memberitahu jawabannya. Namun ibunya berkata “Kau tidak tahu apa-apa. Aku akan bertanya pada orang di sebelah sana.”

Dan orang yang ingin ditanyai ibunya itu adalah da’i. Da’i berarti orang yang berceramah untuk mengingatkan orang-orang agar bertakwa, tapi dia tidak tahu masalah fiqih, hukum syariah, dan sebagainya. Jadi ibunya bertanya padanya, dan da’i itu berkata“Aku harus mempelajarinya dulu dan akan memberikan jawabannya nanti.”  Coba tebak, kepada siapa da’i itu bertanya? Dia bertanya pada Abu Hanifah. Dia berkata “Hey, ibumu datang dan punya pertanyaan.” Abu Hanifah berkata “Oke, ini jawabannya tapi jangan beritahu padanya bahwa aku yang memberitahumu.” Betapa rendah hatinya Imam Abu Hanifah.

Terkadang bahkan keluarga anda sendiri yang tidak senang mendengar perkataan anda. Mungkin anda menjadi lebih bertakwa kepada Islam, namun mereka tidak terlalu dekat dengan Islam. Dan hal itu membuat anda marah. Anda marah ketika seorang wanita dari keluarga anda tidak pakai hijab. Anda marah ketika ketika orang-orang muda dari keluarga anda tidak shalat. JANGAN! Jangan marah pada mereka. Bicaralah pada mereka baik-baik dan tenang. Kemarahan anda hanya akan membuat mereka semakin jauh dari Islam. Hal itu tidak akan membuat mereka menjadi dekat. Anda harus mempunyai hati yang lembut kepada mereka yang tidak dekat dengan Islam. Misalkan seseorang datang dan berbicara dengan kasar kepada anda, apakah anda akan mendengarnya atau malah menjauhinya? Pikirkan itu!

Saya ingin mengingatkan bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Musa a.s untuk bersikap lembut pada Fir’aun. Padahal kita tahu bahwa Fir’aun mencoba membunuh Musa a.s ketika dia masih bayi. Bahkan Fir’aun membunuh ribuan bayi setiap tahunnya dan menganggap dirinya sebagai tuhan. Ada begitu banyak alasan untuk membenci Fir’aun.

Namun Allah berfirman kepada Musa “Ketika kau menemuinya, berdakwahlah dengan lemah lembut kepadanya.” Jika kepada Fir’aun saja kita harus berbaik hati, apalagi dengan istri, suami, anak-anak, saudara, sepupu, atau paman kita? Mereka terkadang membuat kita marah. Keluarga kadang membuat kita sangat marah. Saya tahu. Namun inilah orang-orang yang paling pantas mendapatkan kelemah-lembutan dari kita. Kita harus mengubah cara kita berperilaku terhadap mereka.

Apakah Anda Rendah Hati atau Sombong? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top