Yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga ada dua amalan yaitu taqwa dan akhlak yang baik.
Yang terakhir di atas yang amat jarang ditemukan, bahkan pada orang-orang yang sudah kenal agama. Ada yang sudah lama ngaji, sudah sekian lama duduk di majelis ilmu, namun ia adalah orang yang sering lalaikan amanat. Dengan tampilannya yang jenggotan, namun terlihat sangar (tidak murah senyum) dan kasar. Seolah-olah yang dipentingkan adalah penampilan lahiriyah tanpa memperhatikan akhlak yang santun, amanat dan lemah lembut. Padahal seharusnya dengan rajinnya menuntut ilmu dan sudah menjalankan ajaran Rasul semakin terbimbing pada akhlak yang baik. Karena taqwa dan akhlak baik itulah yang mengantarkan pada surga.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Taqwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Maksud Taqwa
Taqwa asalnya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti suatu penghalang. Sehingga taqwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Taqwa ini dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat.
Namun taqwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat taqwa yang paling tinggi.
Al Hasan Al Bashri berkata,
المتقون اتَّقَوا ما حُرِّم عليهم ، وأدَّوا ما افْتُرِض عليهم
“Orang yang bertaqwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
ليس تقوى الله بصيام النهار ، ولا بقيام الليل ، والتخليطِ فيما بَيْنَ ذلك ، ولكن تقوى اللهِ تركُ ما حرَّم الله ، وأداءُ ما افترضَ الله ،فمن رُزِقَ بعد ذلك خيراً ، فهو خيرٌ إلى خير
“Taqwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun taqwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”
Tholq bin Habib mengatakan,
التقوى أنْ تعملَ بطاعةِ الله ، على نورٍ من الله ، ترجو ثوابَ الله ، وأنْ تتركَ معصيةَ الله على نورٍ من الله تخافُ عقابَ الله
“Taqwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam taqwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”
Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan ayat bertaqwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102, beliau berkata,
أنْ يُطاع فلا يُعصى ، ويُذكر فلا ينسى ، وأن يُشكر فلا يُكفر
“Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (HR. Al Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih).
Yang dimaksud bersyukur pada Allah adalah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.
Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 397-402)
Maksud Akhlak yang Baik
Dalam hadits Abu Dzar disebutkan,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Ibnu Rajab mengatakan bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari taqwa. Akhlak disebutkan secara sendiri karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang menyangka bahwa taqwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memperhatikan hak sesama. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 454).
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai tanda kesempurnaan iman. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Akhlak yang baik (husnul khuluq) ditafsirkan oleh para salaf dengan menyebutkan beberapa contoh.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
حُسنُ الخلق : الكرمُ والبذلة والاحتمالُ
“Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”
Asy Sya’bi berkata bahwa akhlak yang baik adalah,
البذلة والعطية والبِشرُ الحسن ، وكان الشعبي كذلك
“Bersikap dermawan, suka memberi, dan memberi kegembiraan pada orang lain.” Demikianlah Asy Sya’bi, ia gemar melakukan hal itu.
Ibnul Mubarok mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah,
هو بسطُ الوجه ، وبذلُ المعروف ، وكفُّ الأذى
“Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan dan menahan diri dari menyakiti orang lain.”
Imam Ahmad berkata,
حُسنُ الخلق أنْ لا تَغضَبَ ولا تحْتدَّ ، وعنه أنَّه قال : حُسنُ الخلق أنْ تحتملَ ما يكونُ من الناس
“Akhlak yang baik adalah jangan engkau marah dan cepat naik darah.” Beliau juga berkata,
“Berakhlak yang baik adalah bisa menahan amarah di hadapan manusia.”
Ishaq bin Rohuwyah berkata tentang akhlak yang baik,
هو بسطُ الوجهِ ، وأنْ لا تغضب
“Bermuka manis dan jangan marah.” (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 457-458).
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita sifat taqwa dan akhlak yang mulia. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Sumber: rumaysho