1. Ulama Lajnah Daaimah
Pertanyaan:
كما تعلمون عندنا في الجزائر ما يسمى بـ: (الانتخابات التشريعية)، هناك أحزاب تدعو إلى الحكم الإسلامي، وهناك أخرى لا تريد الحكم الإسلامي. فما حكم الناخب على غير الحكم الإسلامي مع أنه يصلي؟
“Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa di tempat kami, negeri Aljazaair, terdapat Pemilu yang bernama Pemilu Legislatif. Ada beberapa partai yang mengkampanyekan hukum Islam, dan ada pula partai lain yang tidak menginginkan hukum Islam. Apa hukumnya orang memberikan suara terhadap (pihak yang mengkampanyekan) selain hukum Islam meskipun ia melakukan shalat?”.
Jawab:
يجب على المسلمين في البلاد التي لا تحكم الشريعة الإسلامية ، أن يبذلوا جهدهم وما يستطيعونه في الحكم بالشريعة الإسلامية ، وأن يقوموا بالتكاتف يدا واحدة في مساعدة الحزب الذي يعرف منه أنه سيحكم بالشريعة الإسلامية ، وأما مساعدة من ينادي بعدم تطبيق الشريعة الإسلامية فهذا لا يجوز ، بل يؤدي بصاحبه إلى الكفر ؛ لقوله تعالى : (وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ * أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) المائدة/49-50 ، ولذلك لما بَيَّن اللهُ كفر من لم يحكم بالشريعة الإسلامية ، حذر من مساعدتهم أو اتخاذهم أولياء ، وأمر المؤمنين بالتقوى إن كانوا مؤمنين حقا ، فقال تعالى : (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) المائدة/57 .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
“Wajib bagi kaum muslimin di negeri-negeri yang tidak berhukum dengan syari’at Islam agar mereka mencurahkan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk berhukum dengan syari’at Islam. Dan agar mereka bersatu padu untuk memberikan bantuan terhadap partai yang diketahui akan berhukum dengan hukum Islam. Adapun memberikan pertolongan pada pihak yang mengkampanyekan anti penerapan syari’at Islam, maka ini tidak diperbolehkan. Bahkan dapat menyebabkan pelakunya jatuh dalam kekufuran berdasarkan firman-Nya ta’ala:
‘Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?’ [QS. Al-Maaidah : 49-50].
Oleh karena itu, ketika Allah menjelaskan kekufuran orang yang tidak berhukum dengan hukum Islam, Allah juga memperingatkan orang yang memberikan pertolongan kepada mereka atau menjadikan mereka sebagai pemimpin, serta memerintahkan orang-orang mukmin untuk bertaqwa seandainya mereka benar-benar beriman. Allah ta’ala berfirman:
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman’ [QS. Al-Maaidah : 57].
Wabillaahit-taufiiq, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam”
Ketua : ‘Abdul-‘Aziiz bin Baaz; Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaaq ‘Afiifiy; Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayaan.
Pertanyaan:
هل يجوز التصويت في الانتخابات والترشيح لها؟ مع العلم أن بلادنا تحكم بغير ما أنزل الله
“Apakah diperbolehkan memberikan suara dalam Pemilu dan mencalonkan diri padanya dimana negeri kami ini masih berhukum dengan selain hukum Allah ?
Jawab:
لا يجوز للمسلم أن يرشح نفسه رجاء أن ينتظم في سلك حكومة تحكم بغير ما أنزل الله، وتعمل بغير شريعة الإسلام، فلا يجوز لمسلم أن ينتخبه أو غيره ممن يعملون في هذه الحكومة،
إلا إذا كان من رشح نفسه من المسلمين ومن ينتخبون يرجون بالدخول في ذلك أن يصلوا بذلك إلى تحويل الحكم إلى العمل بشريعة الإسلام، واتخذوا ذلك وسيلة إلى التغلب على نظام الحكم، على ألا يعمل من رشح نفسه بعد تمام الدخول إلا في مناصب لا تتنافى مع الشريعة الإسلامية.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
“Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mencalonkan dirinya dengan harapan dirinya dapat menjadi bagian sistem pemerintahan yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah dan beramal selain dengan syari’at Islam. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk memilihnya atau selain dirinya yang bekerja dalam sistem pemerintahan ini.
Kecuali apabila orang yang mencalonkan dirinya itu dari kaum muslimin dan para pemilih berharap dengan masuknya orang itu ke sistem akan bersuara untuk perubahan agar berhukum dengan syari'at Islam, dan menjadikan hal itu sebagai sarana untuk menguasai sistem/aturan (pemerintahan), (maka hal ini diperbolehkan). Dengan ketentuan, orang yang mencalonkan dirinya tersebut setelah terpilih tidak menerima jabatan kecuali jabatan yang tidak berlawanan dengan syari'at Islam.
Wabillaahit-taufiiq, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam”
Ketua : ‘Abdul-‘Aziiz bin Baaz; Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaaq ‘Afiifiy; Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayaan dan ‘Abdullah bin Qu’uud.
2. Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah.
Pertanyaan:
ما حكم الانتخابات الموجودة في الكويت , علماً بأن أغلب من دخلها من الإسلاميين ورجال الدعوة فتنوا في دينهم؟ وأيضاً ما حكم الانتخابات الفرعية القبلية الموجودة فيها يا شيخ؟!
“Apa hukum Pemilu yang berlangsung di Kuwait dimana telah diketahui/terbukti bahwa mayoritas orang yang mengikuti Pemilu itu adalah kaum muslimin dan para aktifis dakwah yang kemudian terfitnah agamanya”.
Jawab:
أنا أرى أن الانتخابات واجبة, يجب أن نعين من نرى أن فيه خيراً, لأنه إذا تقاعس أهل الخير من يحل محلهم؟ أهل الشر, أو الناس السلبيون الذين ليس عندهم لا خير ولا شر, أتباع كل ناعق, فلابد أن نختار من نراه صالحاً
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير ولابد لكن ينقصنا الصدق مع الله, نعتمد على الأمور المادية الحسية ولا ننظر إلى كلمة الله عز وجل
...........
فأقول: حتى لو فرض أن مجلس البرلمان ليس فيه إلا عدد قليل من أهل الحق والصواب سينفعون, لكن عليهم أن يصدقوا الله عز وجل, أما القول: إن البرلمان لا يجوز ولا مشاركة الفاسقين, ولا الجلوس معهم, هل نقول: نجلس لنوافقهم؟ نجلس معهم لنبين لهم الصواب.
بعض الإخوان من أهل العلم قالوا: لا تجوز المشاركة, لأن هذا الرجل المستقيم يجلس إلى الرجل المنحرف, هل هذا الرجل المستقيم جلس لينحرف أم ليقيم المعوج؟! نعم ليقيم المعوج, ويعدل منه, إذا لم ينجح هذه المرة نجح في المرة الثانية.......
“Aku berpendapat bahwasannya Pemilu itu wajib. Kita wajib memilih orang yang kita pandang padanya terdapat kebaikan. Hal itu karena apabila orang-orang mundur, siapakah yang akan menempati tempat mereka ?. Orang-orang jelek/jahat dan orang-orang tak punya pendirian yang tidak memiliki kebaikan ataupun kejelekan, yang mengikuti setiap seruan. Maka sudah seharusnya kita memilih orang yang kita pandang shaalih.
Apabila ada seorang berkata: ‘Kita pilih satu orang (yang baik), akan tetapi mayoritas dewan menyelisihinya’. Maka kita katakan : ‘Tidak mengapa. Satu orang ini apabila Allah menjadikannya padanya keberkahan, saat ia menyampaikan kebenaran dalam majelis tersebut, tentu akan memberikan pengaruh. Akan tetapi kita kurang jujur kepada Allah dan kita terlalu bersandar pada perkara-perkara materiil semata, tanpa melihat pada kalimat Allah ‘azza wa jalla……………..
Aku katakan : Hingga seandainya majelis parlemen tidak ada di dalamnya kecuali hanya sejumlah kecil orang yang berpegang pada kebenaran, akan tetap memberikan manfaat dengan syarat mereka mesti bersikap jujur kepada Allah ‘azza wa jalla. Adapun perkataan : ‘Sesungguhnya tidak diperbolehkan bergabung dan duduk bersama orang-orang fasiq di parlemen’; apakah (dengan pendapat kita ini) kita mengatakan : ‘Kita duduk (di parlemen) untuk menyepakati mereka ?’. (Tentu tidak, karena) kita duduk bersama mereka untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka.
Sebagian saudara-saudara kita dari kalangan ulama berkata : ‘Tidak boleh orang yang baik agamanya bergabung dan duduk bersama orang yang menyimpang’. (Kita katakana) : ‘Apakah orang yang baik agamanya tersebut duduk dengan tujuan untuk menyimpang, ataukah meluruskan penyimpangan?’. Benar, untuk meluruskan penyimpangan dan memperbaikinya. Apabila ia belum berhasil pada kesempatan tersebut, maka ada kemungkinan ia akan berhasil pada kesempatan kedua……” [selesai – sumber : kulalsalafiyeen].
3. Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Ubaikaan hafidhahullah.
Pertanyaan:
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته كيف حالك ياشيخ يا شيخ عندي سؤال وهو فيما يتعلق بالإنتخابات هل ننتخب أو لا وأرجو ان توضحو لي مرفوقين بالدليل أفتوني مأجورين إن شاء الله وارجو أن يكون في اقرب وقت لأنها لا تبقى عليها إلا 7 أيام فقط والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
“Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Apa kabarmu wahai syaikh?. Wahai syaikh, saya punya pertanyaan yang berkaitan dengan Pemilu. Apakah kita boleh berpartisipasi ataukah tidak ?. Aku mengharapkan penjelasan berfaedah darimu yang disertai dalil-dalil, semoga Allah memberikan pahala kepadamu. Dan aku harapkan engkau memberikan fatwa secepatnya karena tinggal 7 hari lagi (menjelang dilaksanakannya Pemilu). Was-salaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh”.
Jawab:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. الدخول في الانتخابات مطلوب حتى لا يأتي أهل الشر فيستغلون هذه المناصب لبث شرورهم وهذا ما يفتي به سماحة الشيخ ابن باز والعلامة الشيخ ابن عثيمين رحمهم الله
“Wa’alaikumus-salaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Berpartisipasi dalam Pemilu adalah hal yang dituntut hingga tidak ada orang-orang yang jelek menjadi anggota dewan menyebarkan kejelekan mereka. Inilah yang difatwakan Samaahatusy-SyaikhIbnu Baaz dan Al-‘Allaamah Ibnu ‘Utsaimiin rahimahumullah” [selesai – sumber : al-obeikan.com].
4. Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-‘Ubailaan hafidhahullah.
Pertanyaan:
قريبا سيكون عندنا في الجزائر الانتخابات الرئاسية ، فهل يجوز لنا الانتخاب من أجل أن بطاقة الناخب عندنا مطلوبة في بعض الوثائق - كبيع وشراء السيارات مثلا - , وبارك الله فيكم
“Sebentar lagi kami di Aljazaair akan menghadapi Pemilu Presiden. Apakah boleh bagi kami untuk mengikuti Pemilu karena kartu pemilih kami diperlukan di sebagian dokumen, seperti dokumen jual beli kendaraan – misalnya - . Semoga Allah memberikan barakah kepada Anda”.
Jawab:
انتخب من تعتقد أن في انتخابه خير للمسلمين ,هذا إذا كان عليك ضرر في ترك الانتخاب وإلا فالأمر يعود اليك والله اعلم
“Pilihlah yang engkau yakini ketika engkau memilihnya baik bagi kaum muslimin. Ini berlaku apabila terdapat kemudlaratan dalam meninggalkan Pemilu. Namun jika tidak, maka perkaranya kembali padamu (boleh memilih atau tidak memilih). Wallaahu a’lam” [selesai – sumber : obailan.net].
5. Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah.
إن السلفيين لا يشجعون الترشيح للانتخابات، غير أنهم يرون أن انتخاب من هو أفضل وأصلح وأكثر خيرا وأقل شرا بالنسبة لمصلحة المواطنين جائز
“Sesungguhnya salafiyyiin tidak menganjurkan pencalonan diri untuk Pemilu. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa memilih orang yang lebih utama, lebih baik, lebih banyak kebaikannya, dan lebih sedikit kejelekannya dengan pertimbangan kemaslahatan umum adalah diperbolehkan” [selesai – sumber : aljazeera].
6. Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jaabiriy hafidhahullah.
Pertanyaan:
“Apakah diperbolehkan bagi kaum muslimin yang tinggal di negeri kafir untuk berpartisipasi dalam Pemilu dan meminta kaum muslimin untuk mendukung mereka dari sisi memilih yang paling ringan diantara dua keburukan atau menolak keburukan yang lebih besar?”.
Jawab:
“Aku katakan : Pemilu bukan termasuk sunnah yang diketahui oleh kaum muslimin dan yang dilakukan oleh salaf semenjak jaman para shahabat dan para imam dari kalangan taabi’iin, serta orang-orang yang datang setelah mereka. Bahkan, itu merupakan hal baru yang ditemukan dalam agama Islam, sehingga termasuk bid’ah. Dan jika hal itu termasuk bid’ah, maka haram hukumnya.
Meskipun demikian, apabila kaum muslimin di negeri Barat dan yang lainnya terpaksa masuk dalam Pemilu, maka ada beberapa keadaan. Diantaranya : mereka tidak akan menerima hak-hak mereka yang disahkan di Negara mereka kecuali dengan jalan adanya perwakilan yang berbicara atas nama mereka. Maka, jika mereka dipaksa untuk melakukannya dan mereka tidak mempunyai pilihan lain : Mereka memilih seorang laki-laki muslim (di parlemen) atau mereka kehilangan hak-hak mereka dan tidak mempunyai seorang pun yang mendengar urusan mereka; dalam situasi ini, hendaknya mereka memilih orang yang benar lagi bijaksana yang akan memberikan manfaat bagi kaum muslimin serta memperhatikan hak-hak mereka.
Akan tetapi jika kaum muslimin bersabar atas kesulitan-kesulitan mereka dan hilangnya hak-hak mereka dalam rangka meninggalkan perkara bid’ah ini, maka itu lebih baik bagi mereka dan lebih disukai. Wallaahu a’lam” [selesai – sumber : salafitalk].
Beberapa point yang dapat dipahami dari fatwa ulama di atas:
1. Pada asalnya, berpartisipasi pada Pemilu tidak diperbolehkan, karena merupakan perkara bid’ah yang masuk dalam urusan kaum muslimin. Terlebih lagi jika Pemilu tersebut digunakan untuk memilih beberapa orang wakil di parlemen yang akan memproduksi hukum buatan yang bertentangan dengan hukum Allah ta’ala.
2. Partisipasi dalam Pemilu diperbolehkan dalam keadaan tertentu, yaitu untuk memilih kemudlaratan paling ringan di antara dua kemudlaratan – seandainya tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin.
3. Partisipasi dalam Pemilu diperbolehkan dengan pertimbangan adanya kemaslahatan umum bagi kaum muslimin.
4. Dikatakan:
ما لا يدرك كله لا يترك جله
“Apa saja yang tidak didapatkan semua, maka seharusnya tidak ditinggalkan semuanya”.
Allah ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [QS. At-Taghaabun : 16].
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah berkata:
فإن العمشَ خيرٌ مِن العمى
“Sesungguhnya rabun itu lebih baik daripada buta” [Marratan Ukhraa : Rifqan Ahlas-Sunnah bi-Ahlis-Sunnah].
5. Ketidakmampuan melaksanakan satu kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban yang lainnya.
Al-Maawardiy rahimahullah berkata:
العجز عن بعض الواجبات لا يسقط به باقيها
“Kelemahan dalam melakukan sebagian kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban lainnya”.
Seandainya memilih pemimpin yang ‘adil sesuai dengan metode-metode syar’iy serta menjalankan hukum-hukum Islam secara keseluruhan dalam satu negara belum mampu dilakukan, maka tetap wajib hukumnya bagi kita untuk mewujudkan kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin, menjaga/melindungi hak-hak mereka, dan menolak berbagai macam kedhaliman semampu kita.
6. Kebaikan tidak mesti diwujudkan murni kebaikan tanpa tercampur kejelekan sedikitpun.
7. Seandainya memilih (dalam Pemilu), maka pilihan kita harus ada pada objek yang kita anggap paling baik di antara pilihan yang ada, paling (berpotensi) memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin, serta paling sedikit memberikan kemudlaratan bagi Islam dan kaum muslimin.
8. Memilih sesuatu tidak selalu berarti kita sepenuhnya menyukai dan meridlai sesuatu itu.
9. Membolehkan partisipasi dalam Pemilu tidak harus mengkonsekuensikan membolehkan demokrasi.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[anakmuslimtaat’ – 23032014].