Sebaik-Baik Khaliifah | Ilmu Islam

Minggu, 12 April 2015

Sebaik-Baik Khaliifah

Al-Aajuriiy rahimahullah berkata:
وَأَنْبَأَنَا أَبُو الْقَاسِمِ أَيْضًا، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ الطَّائِفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ الطَّيَّارِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ: وَلِيَنَا أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَخَيْرُ خَلِيفَةٍ أَرْحَمُهُ بِنَا وَأَحْنَاهُ عَلَيْنَا
Dan Telah memberitakan kepada kami Abul-Qaasim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sulaim Ath-Thaaifiy, ia berkata Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari ‘Abdullah bin Ja’far Ath-Thayyaar radliyallaahu ‘anhum, ia berkata : “Abu Bakr telah mengurus kami, ia adalah sebaik-baik Khaliifah, paling mengasihi kami, dan paling penyayang terhadap kami” [Asy-Syarii’ah, 2/440 no. 1247].
Diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq dari 30/386-387 jalan Abu Khaitsamah.
Abu Khaitsamah mempunyai mutaba’aat dari:
1.     Ibraahiim bin Mundzir Al-Hizaamiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 3/79
2.     Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/180; dan darinya Al-Muzanniy dalam As-Sunan Al-Ma’tsuurah no. 468, Ad-Daaraquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 26, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Ma’rifah no. 85;
3.     Muhammad bin ‘Abdirrahiim Asy-Syaruus; sebagaimana diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaimaan dalam Hadiits-nya hal. 131 dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq 30/386;
4.     Al-Humaidiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2459
5.     Muhammad bin Qudaamah Al-Jauhaariy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qathii’iy dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 699.
6.     Muhammad bin Ash-Shabbaah Al-Jarjaraaiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daaraquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 25.
7.     Ismaa’iil bin Yaziid Al-Qaththaan; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq dari 30/387.
8.     Muhammad bin Ismaa’iil Al-Khusyuu’iy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq dari 30/387.
Riwayat ini berporos pada Yahyaa bin Sulaim. Para ulama berselisih pendapat tentangnya. Ada yang menta’dilnya, ada pula yang menjarhnya. Namun yang raajihwallaahu a’lam – haditsnya hasan, dan riwayatnya lemah jika ia meriwayatkan dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar[1].
Adapun Ja’far bin Muhammad dan ayahnya (Muhammad Al-Baaqir) adalah dua orang ulama Ahlul-Bait yang dianggap orang Syi’ah sebagai imam-imam mereka. ‘Abdullah bin Ja’far adalah masih kerabat dekat dari Ahlul-Bait ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum.
Oleh karena itu, sanad riwayat ini hasan.
Faedah :
1.     Abu Bakr Ash-Shiddiq adalah orang yang sangat penyayang dan memperhatikan para shahabat, terutama Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Abu Bakr Ash-Shiddiiq dianggap ‘Abdullah bin Ja’far radliyallaahu ‘anhum sebagai sebaik-baik khalifah sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
3.     Pujian terhadap Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu tersebut tentunya terkait dengan baiknya muamalah terhadap sesama dan baiknya ia menjalankan pemerintahan sepeninggal Nabi. Hal ini seperti perkataan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu:
ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، فَعَمِلَ بِعَمَلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِسُنَّتِهِ، ثُمَّ قُبِضَ أَبُو بَكْرٍ عَلَى خَيْرِ مَا قُبِضَ عَلَيْهِ أَحَدٌ، وَكَانَ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ، فَعَمِلَ بِعَمَلِهِمَا وَسُنَّتِهِمَا، ثُمَّ قُبِضَ عَلَى خَيْرِ مَا قُبِضَ عَلَيْهِ أَحَدٌ، وَكَانَ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا وَبَعْدَ أَبِي بَكْرٍ "
“.....Kemudian diangkatlah Abu Bakr menggantikan beliau, lalu ia menjalankannya berdasarkan yang diperbuat oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Abu Bakr wafat dalam keadaan sebaik-baik hamba yang diwafatkan. Ia adalah sebaik-baik umat setelah Nabinya. Kemudian diangkatlah ‘Umar menggantikannya. Ia pun menjalankan berdasarkan yang diperbuat dan sunnah mereka berdua (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr). Kemudian ‘Umar pun wafat dalam keadaan sebaik-baik hamba diwafatkan. Ia adalah sebaik-baik umat setelah Nabinya dan setelah Abu Bakr” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 38050, dan darinya Ahmad dalam Al-Musnad, 1/128 no. 1059 dan Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 671; sanadnya hasan[2]].
Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum berkata:
مَنْزِلَتُهُمَا السَّاعَةَ
“Kedudukan keduanya adalah seperti kedudukan mereka berdua pada saat ini (yaitu sangat dekat dimana kedua berdampingan dengan kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam)” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid Al-Musnad, 4/77; shahih[3]].
4.     Seandainya yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Ja’far tentang diri Abu Bakr adalah dusta, niscaya Ja’far bin Muhammad dan ayahnya tidak akan meriwayatkannya tanpa ada pengingkaran. Apalagi jika orang Syi’ah menganggap Abu Bakr dan ‘Umar adalah kafir hanya karena perbedaan loyalitas dalam masalah khilaafah.
Wallaahu a’lam, semoga ada manfaatnya.
[anakmuslimtaat’ – perumahan ciomas permai – 12042015- 01:43].




[1]      Berikut perkataan para ulama tentangnya:
a.      Menta’dilnya:
Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah” [At-Taariikh lid-Daarimiy no. 859, Al-Jarh wat-Ta’diil 9/156 no. 647, dan Al-Kaamil, 9/63]. Di lain tempat ia berkata : “Tidak mengapa dengannya, ditulis haditsnya” [Al-Kaamil, 9/62-63].
Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah, banyak haditsnya”. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/226-227].
Ibnu ‘Adiy berkata : “Yahyaa bin Sulaim mempunyai hadits-hadits yang baik, ifraadaat, dan gharaaibyang ia bersendirian dengannya; dari Ismaa’iil bin Umayyah dari ‘Ubaidullah bin ‘Amru bin Khutsaim, dan seluruh gurunya. Hadits-haditsnya berdekatan, dan ia seorang yang shaduuq, tidak mengapa dengannya” [Al-Kaamil, 9/63].
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Yukhthi’” – sebagaimana dikatakn Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal (31/368-369). Akan tetapi dalam Ats-Tsiqaat (7/615) tidak terdapat kata ‘yuhkthi’’.
Ibnu Basykawal memasukkannya ke jajaran syaikh Ibnu Wahb; lalu ia (Ibnu Basykawal) berkata : “Ath-Thaaifiy, syaikh”.
Ibnu Khuzaimah dan Al-Haakim menshahihkan haditsnya.
b.      Menjarhnya.
Abu Haatim berkata : “Seorang syaikh yang shaalih, tempatnya kejujuran, namun tidak haafidh. Ditulis haditsnya, namun tidak boleh berhujjah dengannya” [Al-Jarh wat-Ta’diil 9/156 no. 647].
Al-Baihaqiy berkata : “Jelek hapalannya dan banyak salahnya” [As-Sunan Al-Kubraa, 10/293].
Abu Bisyr Ad-Duulabiy berkata : “Tidak kuat (laisa bil-qawiy)” [Tahdziibul-Kamaal, 31/368].
Ad-Daaraquthniy berkata : “Jelek hapalannya” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/27].
c.      Menjarhnya secara muqayyad.
Ahmad bin Hanbal mengkritiknya. Akan tetapi beberapa riwayat yang ternukil darinya (Ahmad), kritikannya tersebut tertuju pada riwayat Yahyaa dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar [Suaalaat Al-Marruudziy no. 259, Suaalaat Abi Daawud no. 238, dan Adl-Dlu’afaa lil-‘Uqailiy hal. 1516-1517 no. 2034]. Di lain tempat ia (Ahmad) memujinya dengan mengatakan: “Tsiqah” [Al-Kaamil, 9/62].
Di sini dapat dipahami dengan memperhatikan seluruh perkataan Ahmad bahwa kritikannya terkait pada riwayat Yahyaa dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, wallaahu a’lam.
Al-Bukhaariy berkata : “Yahyaa bin Sulaim meriwayatkan hadits-hadits dari ‘Ubaidullah (bin ‘Umar), dan ia sering mengalami keraguan padanya” [‘Ilal At-Tirmidziy hal. 192 no. 339]. Ibnu Hajar menukil perkataan Al-Bukhaariy dalam Taariikh-nya dalam biografi ‘Abdurrahmaan bin Naafi’ : “Apa yang diriwayatkan Al-Humaidiy dari Yahyaa bin Sulaim, maka shahih” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/227]. Al-Bukhaariy berhujjah dengan hadits Yahyaa bin Sulaim dalam Shahiih-nya selain dari haditsnya yang berasal dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar.
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak kuat” [Al-Kaamil, 9/63]. Di lain tempat ia berkata : “Tidak mengapa dengannya. Ia seorang yang munkarul-hadits dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar” [Tahdziibul-Kamaal, 31/368].
As-Saajiy berkata : “Shaduuq, sering ragu dalam hadits dan keliru dalam hadits-hadits yang ia riwayatkan dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/227].
Sama seperti Ahmad, yang nampak dari perkataan mereka (Al-Bukhaariy, An-Nasaa’iy, dan As-Saajiy) kritikan mereka muqayyad pada riwayat dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar.
Adapun Ya’quub bin Sufyaan Al-Fasawiy berkata : “Sunniy, seorang yang shaalih. Tidak mengapa dengan kitabnya. Apabila ia meriwayatkan dari kitabnya, haditsnya hasan. Dan apabila ia meriwayatkan dari hapalannya, maka itu diketahui dan diingkari” [Al-Ma’rifah, 3/51].
Adz-Dzahabiy menyimpulkan : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 2/367 no. 6180]. Ia pun memasukkan Yahyaa dalam kitab Man Tukullimaa fiihi wa Huwa Muwatstsaq hal. 541-542 no. 371.
Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq, namun jelek hapalannya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1057 no. 7613]. Basyar ‘Awwaad Ma’ruuf memberikan sanggahan dengan mengatakan : “Bahkan, ia shaduuq, hasan haditsnya. Ia dla’iif dalam riwayatnya dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar” [Tahriir At-Taqriib, 4/86-87 no. 7563].

Sebaik-Baik Khaliifah Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top