Berikut kami kutipkan hasil investigasi dari berbagai kawan-kawan media tentang kasus terorisme atau lebih dikenal sebagai #teroristainment karena beberapa acara penggerebekan live show bak reality show dan hasil temuan di lapangan ternyata tak lebih sebagai dagelan pengalihan isu penguasa.
Merdeka.com menulis setiap kali ada penggerebekan, publik selalu 'mbatin' bahwa hal itu adalah pengalihan isu. Namun ternyata hal itu bukan omong kosong. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengakui hal tersebut.
"Perbandingan 80 persen dan 20 persen. 20 Persennya yang pengalihan isu, tetapi kalau di era Soeharto dulu persentasenya sangat tinggi," ujar Ansyaad saat ditemui di ruangannya, Jumat (10/5) malam.
Kejanggalan berbagai kasus teroris di Indonesia PART 1...!!
1. Teroristainment Dulmatin
Kita mulai dulu pada tewasnya Dulmatin, karena dari sinilah terkuak begitu banyak kejanggalan-kejanggalan dan kebetulan-kebetulan di seputar peristiwa tersebut dan menjadi benang merah dari semua kasus teroris.
Satu saja kejanggalan yang sangat mengusik adalah bagaimana seorang dulmatin yang berulang kali lolos dari sergapan dari tentara pemerintah philipina dan dapat dengan mudah keluar masuk wilayah RI-Filipina dan juga melek informasi (jika memang benar) masih berada di Pamulang, bahkan masih sempat nge-game di warnet, padahal berita penyergapan base camp teroris yang juga menjadi bagian jaringan teroris binaan Dulmatin sedang marak diberitakan media.
Setelah Yahya alias Dulmatin masuk ke Multiplus, tim pendobrak maju merangsek ke dalam. Manajer warnet Rinda Diana, mengatakan saat penggerebekan sekitar pukul 11.10 tiga polisi lengkap dengan penutup wajah dilengkapi senjata laras panjang masuk dan menyuruh untuk tiarap semua yang ada di dalam warnet. “Tiarap semua, ada teroris,” kata Rinda menirukan personel Densus 88 itu.
Setelah itu, Rinda mendengar tiga kali letusan. “Seperti petasan, saya tidak berani naik ke lantai dua,” kata perempuan berjilbab biru itu. Dulmatin alias Yahya menggunakan bilik nomor sembilan dari 10 bilik yang tersedia.
Menurut Kadiv Humas Irjen Edward Aritonang, saat hendak diringkus, Yahya melawan. “Dia menembak satu kali dengan revolver berisi enam peluru,” katanya.
Karena terancam keselamatannya, petugas melumpuhkan Yahya dengan menembak di perut dan paha. Bekas tembakan dan selongsong peluru ditemukan di tembok lantai dua. Revolver yang digunakan Yahya berjenis Colt berukuran kecil. Revolver itu dipegang dengan tangan kanan.
[Sumber: Dumai Pos 10 Maret 2010 “ Dulmatin Tewas Ditembak”]
Perhatikan baik-baik foto diatas, tampak air seni basah dicelananya, itu tandanya Dulmatin menahan sakit yang teramat luar biasa.
Satu hal lagi, sebelum dulmatin tewas, Amerika Serikat mengadakan sayembara untuk yang bisa menangkap Dulmatin hidup atau mati, hadiahnya Rp 1 miliar. Hebat benar densus 88, sekaliber Amerika saja pusing menangkap Dulmatin, bahkan Filipina putus asa menangkap seorang Dulmatin.
Hal yang aneh lagi, kejadian itu siang hari, dimana kita tau sendiri yang namanya warnet tidak pernah sepi, tapi mengapa siang itu pengunjung warnet Multiplus sepi? Dan dulmatin terkesan di giring masuk ke dalam kabin nomor 10 paling pojok. Sekaliber Dulmatin apakah seceroboh itu masuk ke dalam warnet yang notabene ramai disiang hari?
Kalo kita lihat berita di tv, ditayangkan foto jenazah Dulmatin sedang memegang pistol yang terletak di paha kanannya. Jari-jari Dulmatin tidak berada di pelatuknya, dan yang paling aneh itu pistol ada di paha kanan korban.
Kalo kita baca kronologis di atas coba bayangin kejadiannya, setelah ditembak dua kali (perut dan paha) dengan senjata laras panjang dari jarak yang cukup dekat apakah mungkin kita bisa tewas dalam keadaan masih duduk dikursi?
Apakah mungkin pistol yang Dulmatin pegang masih berada di dalam genggaman (padahal jari tidak di pelatuk) dan malah tergeletak di paha kanan Dulmatin? Sangat-sangat mustahil..!!!,
Seharusnya bila ditembak dari dekat dua kali dengan senjata laras panjang (mungkin M16), tidak mungkin pistol masih ditangan dan tergeletak di paha kanan. Setidaknya pistolnya pasti jatuh. Dan bila kita panik dikepung polisi terus nekad nembak duluan tapi malah hanya sekali melepas tembakan?
Seharusnya lebih dari sekali, atau pun kalau pas baru nembak sekali trus keburu tewas gara-gara ditembak polisi tapi posisi kita masih tetep rapi duduk di kursi kayak orang ketiduran sepertu terlihat bersandar pada kursi dengan kepala terkulai ke samping belakang? Padahal ditembak dengan senjata laras panjang dua kali dalam jarak dekat lho!
Hebat banget tuh kursi ya? Papan aja jebol ditembak, ini kursi jatuh aja nggak.
2. Terosistainment BAYU SENO
Bahkan perihal DPO-nya Bayu Seno memunculkan kontroversi paska adanya beberapa kesaksian yang mengatakan Bayu Seno sudah ditangkap tim Densus 88 di sebuah SPBU pada 8 agustus 2009.
Hubungan terorisme dan intelijen bagi saya yang awam ini merupakan misteri yang meninggalkan banyak pertanyaan dan sejuta teori.
Contoh, jika ada bom yang meledak maka ada beberapa kemungkinan.
1) Pertama, intelijen benar-benar kecolongan
2) Intelijen tahu mengetahui, tetapi membiarkannya
3) Ketiga, intelijen mendukung aksi terorisme secara tertutup (tanpa sepengetahuan pihak teroris.
4) Intelijen dan teroris bekerja sama melakukan aksi teror.
5) Intelijen sendirilah pelaku terorisme itu. Mengapa? Karena organisasi teroris dapat berdiri dan beroperasi secara otonom. Bisa juga pembentukan dan pengoperasiannya dengan campur tangan intelijen baik langsung maupun tidak. Atau bahkan intelijen sendirilah yang membangun jaringan teroris serta mengoperasikannya.Intelijen dalam hal ini adalah institusi satu negara, atau dua, atau lebih dari dua negara.
Dari Bom Bali I timbul pertanyaan apakah potasium clorat memiliki daya ledak sedahsyat itu. berapa paket bom sesungguhnya yang diledakan amrozi cs karena pada malam itu terjadi 3 ledakan di Sary Club, paddys club, dan konsul amerika.
Lalu kemana turis AS yang biasanya memenuhi tkp pada malam itu. Apakah mereka dialihkan ke tempat aman di mana di gelar acara, misalnya, american on the beach. Jika ada upaya pengalihan tersebut, maka kita akan mudah menyelidikinya.
Pada Bom Bali II ada seseorang yang mengikuti pembawa bom dengan handycam nya. Si perekam terus memfokuskan kameranya tanpa sedetik pun mengalihkan perhatiannya pada pembom mulai dari jalan, masuk restoran sampai bom meledak. Mungkinkah seorang pelancong melakukannya.
Logikanya turis akan mengambil pemandangan atau hal menarik yang dijumpainya, dan bukan pembawa tas ransel. Muncul komentar bahwa sangat tidak mungkin orang mau mengikuti seseorang jika tahu ia akan ngebom.
Pertanyaannya, apakah perekam itu mengetahui atau tidak jika yang diikutinya membawa bom?
Jika tahu maka ia sudah dapat memperkirakan di mana dan kapan bom akan diledakkan dan yang lebih penting daya ledak bom itu sehingga ia dapat memperhitungkan jarak aman. Hal ini ditunjukkan dengan makin renggangnya jarak antara ia dan pembom seperti yang dapat kita lihat dalam rekaman.Lalu, siapa si perekam sejauh pengetahuan saya tidak diketahui identitasnya. Padahal ia bisa menjadi kaya dan populer jika muncul ke publik.
Seandainya pun ia menjadi korban tewas maka handycam itu akan tetap dapat diketahui pemiliknya. Yaitu dengan mencocokan rekaman yang dalam memory dengan wajah setiap korban. Dan jika melihat dari rekaman terlihat saat bom meledak handycam itu masih dalam genggaman pembawanya. Maka jika ia tewas handycam itu ditemukan tidak jauh darinya.
Mengapa saya mencurigai keterlibatan pemerintah atau paling tidak pemerintah sudah mengetahui jauh hari sebelumnya dan membiarkanya terjadi ?
Jawabannya adalah sebuah pertanyaan lagi, mengapa pengumuman kenaikan harga bbm sebesar rata-rata 126% selalu diundur-undur dan baru diumumkan beberapa jam sebelum tragedi tersebut???
Jika memang benar kecurigaan tersebut. Lalu apa alasan pemerintah melakukannya? Jika alasannya adalah mengalihkan perhatian publik dari isu bbm yang dikhawatirkan akan menimbulkan chaos, dan untuk itu pemerintah perlu menciptakan musuh bersama dan musuh bersama itu adalah terorisme.
Contoh yang mungkin mendekati gambaran di atas adalah munculnya lagi aksi terorisme di Thailand, yang menyusul makin terdesaknya pemerintah oleh aksi demo. Jika berada pada posisi pemerintah saya pun akan mengambil opsi tersebut sebagai cara untuk meminimalisir dampak dari kenaikkan bbm.
Jika tidak maka korban dan kerugian materi akan lebih besar lagi, serta stabilitas nasional akan terpuruk dan akan sulit membangkitkannya lagi. Bukankah dampak Bom Bali II pada stabilitas keamanan dan ekonomi nyaris tidak ada.
Bagaimana dengan negara lain, amerika misalnya, apakah amerika telah mengorbankan warganya dalam tragedi WTC demi legitimasi menduduki Afganistan? Menguasai afganistan yang strategis dari sisi geografis, geopolitik dan geo-geo lainnya adalah kebutuhan negara adi daya, karena alasan itu juga yang dulu membuat sovyet menginvasi afganistan.
Karena alasan legitimasi dalam hal ini dukungan rakyat agar mau mendukung keikutsertaan as dalam perang dunia 2 juga lah yang membuat AS bebas memprovokasi Jepang agar mau menyerangnya. Hal ini pernah di ulas majalah Intisari. Mungkin ada rekan-rekan Intisari yang berkenan mempublikasikannya lagi?
3. Tiga Kali SBY Meraup Untung Dari #teroristainment
Informasi adanya ancaman teroris yang ditujukan kepada SBY paling tidak sudah ada 3 kali.
Pertama pada tahun 2006 hal ini diketahui dari pernyataan jubir andi mallarangeng.
Kedua, 9 hari paska pemilu.
Ketiga, setelah penyergapan Jatiasih Bekasi. Yang pertama tidak pernah diketahui dari mana dasarnya. Yang kedua disampaikan SBY sendiri beberapa jam setelah aksi teror di ritz marriot. Saat itu SBY mengutarakan bahwa ia dijadikan sasaran pembunuhan sembari menunjukan
foto-foto sebagai bukti ucapannya.
Tidak kalah seramnya SBY pun menuding lawan-lawan politiknya sebagai pihak yang menginginkan kematiannya. Sialnya SBY melupakan jika foto-foto yang ditunjukkannya itu ada yang pernah diperlihatkan BIN pada 2004 lalu.
Sedangkan foto yang memperlihatkan wajahnya dijadikan sasaran tembak justru menunjukkan banyak kejanggalan yang banyak dibicarakan. Kontan saja apa yang diungkap SBY itu justru menjadi bahan guyonan. Tetapi, dasar sudah tebal muka, bukannya menarik ucapannya lalu meminta maaf SBY justru menuduh media Ketiga, lokasi Jatiasih yang dekat dengan Cikeas dijadikan alasan kuat atau penguat alasan jika teroris memang mengincar SBY.
Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab adalah bagaimana bisa dua teroris yang ditembak mati itu berada di Jatiasih pada sekitar pukul 22.00 WIB. Padahal mereka masih berada di Solo setelah sholat Jumat. Ditambah lagi mereka mengunakan pick up. Ditambah lagi di atas pick up itu dimuat kiloan bahan peledak. Ditambah lagi saat itu di setiap perbatasan propinsi setiap kendaraan, khususnya mobil diperiksa polisi.
Kemudian polisi pun berusaha menguatkan ancaman itu dengan mempublikasikan pengakuan dari teroris yang tertangkap.
Masalahnya yang ditangkap hanya teroris rendahan yang bisa dipastikan tidak banyak tahu. Bukankah di masa SBY semua gembongnya ditembak mati. Hal yang berbeda terjadi pada masa Presiden Megawati di mana semua pelaku teror beserta pimpinannya ditangkap hidup-hidup seperti Amrozi, Imam Samudra, Ali Imron, Nasir Abas, dan masih banyak lagi.
Mengapa di masa SBY semua ditembak mati? Walaupun pelaku teror sekelas Amrozi, Dulmatin, Noordin M Top dan teman-temannya? Siapa penyumbang dananya pun belum diketahui motifnya, siapa pemimpin tertingginya, karena bisa jadi ia adalah simpatisan belaka. Apakah ada sesuatu yang sengaja di sembunyikan???
Seharusnya ancaman teroris terhadap SBY juga dilihat dari kebiasaan SBY di mana ia memposisikan diri sebagai insan yang terdzolimi. Ingat saja tuduhannya pada TNI yang menyebut ada anggota TNI yang ABS (Asal Bapak Senang). Ingat juga tuduhannya pada pasangan capres lain yang menuding lawan-lawannya itu menyerangnya dengan sihir. Juga tuduhannya pada orang yang ia sebut drakula yang akan meng-Iran-kan Indonesia jika SBY menang.
4. Teroristainment Ibrohim Dengan Ribuan Peluru & Ratusan Pasukan
Paska tertembaknya Ibrohim (dari banyak fakta dan kejanggalan saya menyakini saat itu Noordin M Top pun sudah tertangkap) yang sudah ditangkap dan kemudian jasadnya diletakan di rumah paska penyergapan selesai.
Dan hal ini pastinya hanya diketahui oleh sedikit anggota Polri & Kadiv Humas yang saat itu dijabat oleh Polri Irjen Pol Nanan Sukarna yang mengatakan akan meneliti jasad tersebut. Ia mengatakan Polri tidak akan terburu-buru dan paling tidak membutuhkan 2 minggu. Tetapi akhirnya polri mengumumkan identitas jasad Temanggung pada 12 agustus.
Bertepatan dengan pengumuman KPU yang menetapkan pemenang pemilu yang dilaksanakan secara carut marut. Satu pertanyaan yang mengusik dibenak saya, sejak kapankah penghuni rumah yang di Temanggung itu meninggalkan rumahnya pada saat hari 'H' penyergapan?
Kemudian, tidak berapa lama terjadi penyerangan markas HMI di Makassar oleh Polisi sesungguhnya penyerangan tersebut di organisir, hal ini tampak dari tayangan di RCTI di mana ada seorang penyerang yang memakai helm serta menenteng handytalky.
Jika yang ditenteng adalah HP kita tidak dapat memastikan siapa dia, tetapi jika HT maka kita akan mudah menerkanya. Lalu apa motifnya?
Motifnya adalah pengalihan dari acara Cap Go Meh yang dihadiri oleh Sby Boediono serta pengusaha tionghoa pendukung Sby.
Pada acara tersebut komunitas etnis Cina mendeklarasikan dukungannya pada bailout century serta menuduh mahasiswa sebagai pendemo bayaran. Bisa dipastikan apa yang terjadi bila perhatian mahasiswa, khususnya Makassar, tidak dialihkan. Bukankah setiap detail acara yang dihadiri presiden sudah diteliti
secara cermat? Benar, dukungan bailout dan tuduhan pendemo bayaran itu sudah dicermati sebelumnya dan sengaja diloloskan atau bahkan kedua hal itu sengaja dimasukan.
Dampaknya pun sudah diperkirakan demikian juga solusi yang dipilih adalah dengan menyerang markas HMI sebagai pengalihan isu. Kalau solusinya demikian, mengapa pihak SBY membiarkan atau merencanakan sendiri acara cap go meh itu. Jawabnya sby ingin agar rakyat mengetahui jika ia telah berhasil mengatasi krisis ekonomi dan kebijakan bailout sudah tepat. Bukankah etnis Cina mayoritas adalah pengusaha.
Dari Dua kasus tersebut ditambah kasus Ibas Yudhoyono di mana Polda Jatim yang menerima, menangani, sampai menyelesaikannya secara sigap dan cepat bahkan Kapolda sendiri turun tangan bahkan sampai kerja lembur telah membuktikan bahwa Polri akan melakukan apapun asal SBY senang. Dengan demikian tidaklah sulit bagi SBY untuk membentuk situasi bahwa dirinya diancam oleh teroris.
Kasus terorisme atau intelijen tidaklah sevulgar pemberitaan media bahkan penjelasan dari pihak berwenang.
5. #Teroristainment Ciputat
Operasi tembak mati Densus 88 terhadap enam terduga teroris di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (31/12) merupakan rekayasa Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen, Umar Abduh, kepada intelijen (05/01). Menurut Umar, banyak pihak berharap di era Kapolri Sutarman, proyek “antiteroris” oleh Polri bisa diakhiri. Masyarakat juga berusaha berpartisipasi agar terduga teroris bisa menyerahkan diri atau ditangkap dalam keadaan selamat.
“Dua minggu sebelum Sutarman dilantik menjadi Kapolri, sudah ada partisipasi dari pihak masyarakat yang berniat membantu menyelesaikan kelompok Oji dan Nurul Haqq agar bisa menyerah atau ditangkap dalam keadaan selamat,” ungkap Umar.
Akan tetapi, kata Umar, upaya partisipasi masyarakat tersebut ditolak di tingkat pengambil kebijakan, baik wilayah Polda maupun Bareskrim Mabes Polri dan Densus 88.
Umar Abduh menegaskan, bahwa Kapolri Sutarman lebih mengikuti “alur” keinginan Densus 88. Dan bahkan, bisa jadi Sutarman mengikuti perintah pihak “yang dipercaya atau disegani”. “Cerita fiksi tentang jaringan kelompok teroris Nurul, Oji dan Hendi yang sebelumnya telah di-DPO-kan Mabes Polri, berubah jadi kelompok teror pimpinan Dayat Kacamata,” ungkap Umar.
Tak hanya itu, Umar juga menyoal kewenangan Kepala Divisi Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar. “Untuk menjelaskan semua hal yang terkait dengan cerita fiksi teroris kelompok kakak beradik Oji dan Nurul Haqq, ditunjuk Boy Rafli, bukan Kadivhumasnya,” tegas Umar.
Kata Umar, Boy Rafli telah memunculkan cerita dan mengagendakan bahwa “teroris” akan terus ada. “Boy Rafli ngawur, asal celometan. Nama ‘Batalion Abu Bakar’ itu ada dan terjadi pada tahun 2001 bukan 2011. Kompi atau Batalion Abu Bakar sebagai sebutan bagi mantan Mujahidin Mindanau yang memiliki personil sekitar 3000 orang di bawah pimpinan Yoyok. Yoyok saat ini sudah dekat dengan Kepala BNPT Ansyaad Mbai. Sebuah kedekatan yang belum jelas. Ternyata Polri lebih ngawur dari Ansyaad Mbai,” tegas Umar.
Lebih jauh Umar menyatakan Polri telah menjalankan prinsip “bunuh dulu semua biar nyusun skenarionya bebas hambatan”, mumpung awak media massa tidak ada yang kritis nalarnya.
“Keterlaluan! Sudah dinyatakan sebelumnya keenam terduga teroris merupakan penghuni rumah kontrakan yang baru dua bulan dikontrak. Rumah itupun sudah dikepung dan dipagar betis. Dan dinyatakan semua terbunuh, karena tak mau menyerah. Kok bisa-bisanya Polri menyatakan teroris Ciputat diduga lari ke Priangan. Emang berapa orang jumlah anggota pengikut Nurul Haqq, Dayat, Oji, Hendi?” pungkas Umar.
Terakhir, mengapa Presiden SBY menjadi sasaran teroris? Apakah benar SBY benar-benar menjadi ancaman teroris?
[rioC/intel/voa-islam.com]