Merupakan fenomena yang jamak terjadi di banyak tempat di negeri kita, khathib berpanjang-panjang kata dalam khutbah Jum’atnya. Bermenit-menit dihabiskan untuk mengobral kalimat nasihat, sementara bacaan shalatnya terlalu singkat. Kontras. Lebih kontras lagi jika kita mengetahui bagaimana perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk memendekkan/meringkas khutbah, dan memanjangkan shalat.
‘Ammaar bin Yaasir radliyallaahu ‘anhu berkata :
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِقْصَارِ الْخُطَبِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk meringkas/memendekkan khuthbah” [Diriwayatakan oleh Abu Daawud no. 1106, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 1430, Abu Ya’laa no. 1618, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 1/289, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/208 no. 5766, dan yang lainnya. Al-Haakim berkata : “Hadits ini shahih sanadnya, namun tidak diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim”. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/303].
Dalam riwayat lain dari ‘Ammaar, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ، مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ، وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang merupakan tanda dari kedalaman fiqh (pemahaman)-nya (dalam agama). Maka, panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. Dan sesungguhnya sebagian dari bayan (penjelasan dengan kata-kata indah) adalah sihir” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 869, Ahmad 4/263, Ibnu Khuzaimah no. 1782, dan yang lainnya].
Jaabir bin Samurah radliyallaahu ‘anhu berkata :
كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا، وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا "
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dimana shalat yang beliau lakukan adalah sedang dan khutbahnya pun sedang” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 866, At-Tirmidziy no. 507, Abu Daawud no. 1101, An-Nasaa’iy no. 1418 & 1582 & 1584, dan yang lainnya].
‘Abdullah bin Abi ‘Aufaa radliyallaahu ‘anhuberkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ الذِّكْرَ وَيُقِلُّ اللَّغْوَ وَيُطِيلُ الصَّلَاةَ وَيُقَصِّرُ الْخُطْبَةَ، وَلَا يَأْنَفُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَ الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ فَيَقْضِيَ لَهُ الْحَاجَةَ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa memperbanyak dzikir, menyedikitkan sendau-gurau, memperpanjang shalat, dan memperpendek khutbah. Beliau juga tidak segan untuk berjalan bersama para janda dan orang-orang miskin, lalu memenuhi kebutuhan mereka” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1414, Ad-Daarimiy no. 75, Ibnu Hibbaan no. 6423 & 6424, Al-Haakim 2/611, dan yang lainnya. Dishahihkan Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 1/456].
Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu berkata :
خَطَبَ رَجُلٌ عِنْدَ عُمَرَ فَأَكْثَرَ الْكَلامَ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّ كَثْرَةَ الْكَلامِ فِي الْخُطَبِ مِنْ شَقَاشِقِ الشَّيْطَانِ
Ada seorang laki-laki yang berkhutbah di sisi ‘Umar (bin Al-Khaththaab) dengan memperbanyak perkataan. Lalu ‘Umar berkata : “Sesungguhnya memperbanyak perkataan dalam khutbah termasuk pembicaraan syaithaan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 876, Ismaa’iil bin Ja’far dalam Hadiits-nya no. 99, Ibnu Abid-Dunyaa dalam Ash-Shamt no. 152, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ul-Bayaan no. 1880. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Adabil-Mufrad hal. 325].
‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu ‘anhu berkata :
إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ الصَّلاةُ فِيهِ طَوِيلَةٌ، وَالْخُطْبَةُ فِيهِ قَصِيرَةٌ، وَعُلَمَاؤُهُ كَثِيرٌ وَخُطَبَاؤُهُ قَلِيلٌ، وَسَيَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ الصَّلاةُ فِيهِ قَصِيرَةٌ وَالْخُطْبَةُ فِيهِ طَوِيلَةٌ، خُطَبَاؤُهُ كَثِيرٌ وَعُلَمَاؤُهُ قَلِيلٌ يُأَخِّرُونَ الصَّلاةَ صَلاةَ الْعِشَاءِ إِلَى شَرْقِ الْمَوْتَى فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيُصَلِّ الصَّلاةَ لِوَقْتِهَا، وَلْيَجْعَلْهَا مَعَهُمْ تَطَوُّعًا، إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ يُغْبَطُ الرَّجُلُ فِيهِ عَلَى كَثْرَةِ مَالِهِ وَكَثْرَةِ عِيَالِهِ، وَسَيَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ يُغْبَطُ الرَّجُلُ فِيهِ عَلَى قِلَّةِ عِيَالِهِ وَخِفَّةِ حَادِّهِ، مَا أَدَعُ بَعْدِي فِي أَهْلِي أَحَبَّ إِلَيَّ مَوْتًا مِنْهُمْ، وَلا أَهْلَ بَيْتٍ مِنَ الْجِعْلانِ، وَإِنِّي لأُحِبُّهُمْ كَمَا يُحِبُّونَ أَهْلِيكُمْ
“Sesungguhnya kalian berada di satu jaman dimana shalat yang dilakukan padanya adalah panjang sedangkan khutbahnya pendek, ulamanya banyak sedangkan para pengkhutbahnya sedikit. Dan akan datang pada kalian satu masa dimana shalat yang dilakukan padanya adalah pendek sedangkan khutbahnya panjang, ulamanya sedikit sedangkan para pengkhutbahnya banyak.....” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 8567 dan Hanaad bin As-Saariy dalam Az-Zuhdno. 670; shahih].
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
وأحب أن يكون كلامه - أي الخطيب - قصداً بليغاً جامعاً.... وإذا فعل ما كرهت من إطالة الخطبة، أو سوء الأدب فيها أو أو في نفسه .....لم يكن عليه إعادة
“Dan aku menyukai perkataannya dalam khuthbah itu sedang, jelas, namun mencakup permasalahan. Dan apabila ia melakukan yang aku benci berupa memanjangkan khuthbah, atau jeleknya adab..... maka ia tidak perlu mengulangnya” [Al-‘Umm, 1/344].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( وَاقْصِرُوا الْخُطْبَة )
الْهَمْزَة فِي وَاقْصِرُوا هَمْزَة وَصْل . وَلَيْسَ هَذَا الْحَدِيث مُخَالِفًا لِلْأَحَادِيثِ الْمَشْهُورَة فِي الْأَمْر بِتَخْفِيفِ الصَّلَاة لِقَوْلِهِ فِي الرِّوَايَة الْأُخْرَى : وَكَانَتْ صَلَاته قَصْدًا وَخُطْبَته قَصْدًا ؛ لِأَنَّ الْمُرَاد بِالْحَدِيثِ الَّذِي نَحْنُ فِيهِ أَنَّ الصَّلَاة تَكُون طَوِيلَة بِالنِّسْبَةِ إِلَى الْخُطْبَة لَا تَطْوِيلًا يَشُقّ عَلَى الْمَأْمُومِينَ وَهِيَ حِينَئِذٍ قَصْدٌ أَيْ مُعْتَدِلَة وَالْخُطْبَة قَصْدٌ بِالنِّسْبَةِ إِلَى وَضْعهَا
“Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘dan pendekkanlah khuthbah’; maka hadits ini tidaklah bertentangan dengan hadits masyhur tentang perintah untuk meringankan shalat, berdasarkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain : ‘shalat yang beliau lakukan adalah sederhana dan khutbahnya pun sederhana’. Hal itu dikarenakan maksud dari hadits yang kita bicarakan adalah shalat tersebut lebih panjang daripada khuthbah. Panjangnya shalat tidak sampai memberatkan para makmum, namun ia adalah sedang, yaitu pertengahan. Dan khuthbah yang dilakukan adalah sedang, yaitu sesuai dengan kondisinya” [Syarh Shahiih Muslim, 3/249 – via Syamilah].
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
قوله (قصداً) القصد : الوسط، أو لا قصيرة ولا طويلة
“Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘sedang (qashdan)’; sedang itu maknanya pertengahan, atau : tidak pendek dan tidak pula panjang” [Al-Talkhiishul-Habiir, 2/64].
Al-‘Adhiim ‘Abadiy rahimahullah berkata :
إنما إقصار الخطبة علامة من فقه الرجل لأن الفقيه هو المطلع على جوامع الألفاظ فيتمكن بذلك من التعبير باللفظ المختصر على المعاني الكثيرة
“Memendekkan khuthbah merupakan tanda-tanda (dalamnya) fiqh seseorang, karena seorang yang faqiih adalah orang yang mampu menelaah keseluruhan lafadh, sehingga ia mampu menghasilkan perkataan (dalam khuthbahnya) dengan lafadh yang ringkas, namun mencakup banyak makna” [‘Aunul-Ma’buud, 3/320].
Akan tetapi apabila dirasa ada hajat untuk memanjangkan khuthbahnya – karena ada satu kejadian/peristiwa atau hal yang harus disampaikan saat itu - , maka seseorang boleh melakukannya. Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
وكان صلى الله عليه وسلم يقصر خطبته أحياناً ويطيلها أحياناً بحسب حاجة الناس، وكانت خطنته العارضة أطول من خطبته الراتبة
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kadang memendekkan khuthbahnya, dan kadang pula memanjangkannya, sesuai dengan kebutuhan manusia. Dan khuthbah beliau yang sifatnya insidental (karena ada kebutuhan) lebih panjang daripada khuthbah beliau yang rutin” [Zaadul-Ma’aad, 1/191].
Oleh karena itu, hendaknya setiap khathib benar-benar memperhatikan hal ini, yaitu memperpendek khuthbah dan memanjangkan shalat. Satu sunnah yang hampir hilang di hampir semua tempat di negeri kita. Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada kita.
Wallaahu a’lam.
[anakmuslimtaat’ – perum ciomas permai, 29082012 – banyak mengambil faedah dari Al-Inbaa’ bi-Akhthaail-Khuthabaa’ oleh Su’uud Al-‘Anaziy dan Asy-Syaamil fii Fiqhil-Khathiib wal-Khuthbah oleh Dr. Su’uud Asy-Syuraim].