Dan Taabi’iin pun Beraliran Wahabiy..... | Ilmu Islam

Sabtu, 02 Juni 2012

Dan Taabi’iin pun Beraliran Wahabiy.....


Tabi’iin Membenci dan Melarang Shalat di Kubur
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " لا أَعْلَمُهُ إِلا كَانَ يَكْرَهُ الصَّلاةَ وَسَطَ الْقُبُورِ كَرَاهَةً شَدِيدَةً "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Thaawuus, dari ayahnya; ia (Ibnu Thaawuus) berkata : “Aku tidak mengetahuinya (Thaawuus), kecuali membenci shalat di tengah-tengah kubur dengan kebencian yang amat sangat” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 1592; sanadnya shahih].
Thaawuus bin Kaisaan Al-Yamaaniy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Humairiy; seorang yang ulama besar dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 106 H, dan dikatakan juga setelah itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 462 no. 3026].

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: أَتَكْرَهُ أَنْ نُصَلِّيَ فِي وَسَطِ الْقُبُورِ، أو في مسجد إلى قبر؟، قال: " نَعَمْ، كَانَ يُنْهَى عَنْ ذَلِكَ "، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ قَبْرٌ وَبَيْنِي، وَبَيْنَهُ سَعَةٌ غَيْرُ بُعْدٍ أَوْ عَلَى مَسْجِدٍ ذِرَاعٌ فَصَاعِدًا؟، قَالَ: " يُكْرَهُ أَنْ يُصَلَّى وَسَطَ الْقُبُورِ "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Athaa’ : “Apakah engkau membenci jika kami shalat di tengah-tengah kubur atau di masjid yang menghadap kubur ?”. Ia menjawab : “Ya, dilarang dari perbuatan tersebut”. Ibnu Juraij berkata : “Apa pendapatmu jika antara aku dan kubur itu terdapat jarak yang tidak begitu jauh, atau jarak antara masjid dengan kubur itu kurang lebih hanya sehasta ?”. ia menjawab : “Dibenci shalat di tengah-tengah kubur” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 1579; sanadnya shahih].
‘Athaa’ bin Abi Rabbaah (namanya Aslam) Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Makkiy; seorang ulama besar dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 114 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 677 no. 4623].
‘Athaa’ rahimahullah mengklasifikasikan hukum shalat menghadap kubur yang jaraknya tidak terlalu jauh dalam cakupan larangan shalat di tengah-tengah kubur.
حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ وَرْدَانَ، عَنْ بُرْدٍ، عَنْ مَكْحُولٍ أَنَّهُ كَانَ يَكْرَهُ الصَّلَاةَ فِي الْمَقَابِرِ
Telah menceritakan kepada kami Haatim bin Wardaan, dari Burd, dari Mak-huul : Bahwasannya ia membenci shalat di pekuburan [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 2/380; sanadnya shahih].
Mak-huul Asy-Syaamiy, Abu ‘Abdillah Ad-Dimasyqiy Al-Faqiih; seorang ulama dari kalangan taabi’iin kecil, tsiqah lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 112 H/113 H/114 H/116 H/118 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa-ah,Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 969 no. 6923].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " كَانُوا إِذَا خَرَجُوا مَعَ جِنَازَةٍ، فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ ؛ تَنَحَّوْا عَنِ الْقُبُورِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim, ia berkata : “Mereka (salaf) apabila keluar mengantarkan jenazah lalu datang waktu shalat, maka mereka menjauh dari kubur (untuk melaksanakan shalat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 2/380; sanadnya shahih].
Ibraahiim bin Yaziid bin Qais bin Al-Aswad bin ‘Amru An-Nakha’iy, Abu ‘Imraan Al-Kuufiy – atau lebih dikenal dengan nama Ibraahiim An-Nakha’iy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin kecil, tsiqah, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 146 H, dan wafat tahun 196 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 118 no. 272].
Mereka yang dimaksud adalah sebagian salaf dari kalangan taabi’iin dan shahabat, karena Ibraahiim adalah taabi’iin.
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ الْغِلَابِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ، إِلَّا الْحَمَّامَ وَالْمَقْبُرَةَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah Al-Ghilaabiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ziyaad, dari ‘Amru bin Yahyaa Al-Anshaariy, dari ayahnya, dari Abu Sa’iid, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Bumi semuanya merupakan masjid (dapat dipergunakan untuk shalat), kecuali kamar mandi dan kuburan” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad, 3/96; sanadnya shahih].
وحَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ ابْنِ جَابِرٍ، عَنْ بُسْرِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ وَاثِلَةَ، عَنْ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ، وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا "
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Hujr As-Sa’diy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Ibnu Jaabir, dari Yusr bin ‘Ubaidillah, dari Waatsilah, dari Abu Martsad Al-Ghanawiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kalian duduk di atas kubur, dan jangan pula shalat menghadapnya” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 972].
Taabi’iin Membenci dan Melarang Membangun Bangunan di Atas Kubur
أَخْبَرَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيُّ، وعبد الوهاب بن عطاء، قَالُوا: حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ، أَنَّهُ قَالَ لِرَجُلٍ عِنْدَ الْمَوْتِ: " إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُلَقِّنَنِي حَتَّى يَكُونَ آخِرُ مَا أَقُولُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ فَافْعَلْ، وَلا تَجْعَلُوا فِي قَبْرِي آجُرًّا ". قَالَ وَكِيعٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيُّ: قَالَ ابْنُ عَوْنٍ فِي الْحديث: وَلا تَتَّبِعُونِي بِصَوْتٍ، أَوْ قَالَ: بِنَوْحٍ
Telah mengkhabarkan kepada kami Wakii’ bin Al-Jarraah, Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy, dan ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’, mereka semua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad bin Yaziid, bahwasannya ia pernah berkata kepada seorang laki-laki menjelang kematiannya : “Jika engkau sanggup agar engkau mentalqiniku hingga akhir perkataan yang aku ucapkan adalah Laa ilaha illallaah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan jangan engkau memplester kuburanku”. Wakii’ dan Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy berkata : Telah berkata Ibnu ‘Aun dalam hadits/riwayat tersebut : “Dan jangan kalian mengikutiku dengan suara-suara” – atau ia berkata : “dengan tangis ratapan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 6/75; sanadnya shahih].
Al-Aswad bin Yaziid bin Qais An-Nakha’iy, Abu ‘Amru atau Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin besar (kibaarut-taabi’iin), tsiqah, banyak haditsnya, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 74/75 H di Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 146 no. 514].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُدَيْرٍ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، قَالَ: " تَسْوِيَةُ الْقُبُورِ مِنَ السُّنَّةِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari ‘Imraan bin Hudair, dari Abu Mijlaz, ia berkata : “Meratakan kubur termasuk sunnah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 3/342; sanadnya shahih].
Abu Mijlaz namanya adalah : Laahiq bin Humaid bin Sa’iid As-Saduusiy, Abu Mijlaz Al-Bashriy Al-A’war; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 106 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1046 no. 7540].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ ابنِ طَاووس، عَنْ أَبِيهِ: كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ، أَوْ يُجَصَّصَ، أَوْ يُتَغَوَّطَ عِنْدَهُ، وَكَانَ يَقُولُ: " لا تَتَّخِذُوا قُبُورَ إِخْوَانِكُمْ حِشَانًا "
Dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus, dari ayahnya (Thaawus bin Kaisaan) : Bahwasannya ia membenci kubur dibangun, dikapur, atau buang air besar di sisinya. Dan ia berkata : “Jangan menjadikan kubur saudara kalian tempat buang kotoran” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 6493; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، قَالَ: " كَانُوا يَكْرَهُونَ الْآجُرَّ فِي قُبُورِهِمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdiy, dari Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim (An-Nakhaa’iy), ia berkata : “Mereka (salaf) membenci memplester kubur mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/338; sanadnya shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ وَالثَّوْرِيِّ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ، أَنَّهُ قَالَ: " لا تُطِيلُوا جَدَثِي "، قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ مَعْمَرٌ فِي حَدِيثِهِ، قَالَ: فَإِنِّي رَأَيْتُ الْمُهَاجِرِينَ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ
Dari Ma’mar dan Ats-Tsauriy, dari ‘Aashim bin Abin-Nujuud, dari Abu Waail, dari ‘Amru bin Syurahbiil, bahwasannya ia berkata : “Jangan engkau tinggikan kuburku”. ‘Abdurrazzaaq berkata : Telah berkata Ma’mar dalam haditsnya, ‘Amru berkata : “Karena aku melihat orang-orang Muhaajiriin membencinya (meninggikan kubur)” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 6486; sanadnya hasan. Tambahan lafadh yang dibawakan Ma’mar, maka ia lemah karena riwayat Ma’mar dari ‘Aashim adalah mudltharib. Akan tetapi Ma’mar mempunyai mutaba’ah dari Hammaad bin Salamah sebagaimana diriwayatkan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, sehingga riwayatnya itu juga hasan – walhamdulillah].
‘Amru bin Syurahbiil Al-Hamdaaniy, Abu Maisarah Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan kibaarut-taabi’iin, muhdlaram, tsiqah, lagi ahli ibadah. Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat tahun 63 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 737 no. 5083].
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam[1] :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Ibnu Juraij, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 970].
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ يَحْيَى: أَخْبَرَنَا، وَقَالَ الْآخَرَانِ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: " أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan Zuhair bin Harb – Yahyaa berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami, dan yang lain berkata : Telah menceritakan keoada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Habiib bin Abi Tsaabit, dari Abu Waail, dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 969].
Taabi’iin Membenci dan Melarang Tabarruk dengan Mengusap-Usap dan Mencium Sesuatu yang Tidak Ada Dalilnya
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ، قَالَ: ثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ: ثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، " وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى: إِنَّمَا أُمِرُوا أَنْ يُصَلُّوا عِنْدَهُ وَلَمْ يُؤْمَرُوا بِمَسْحِهِ، وَلَقَدْ تَكَلَّفَتْ هَذِهِ الأُمَّةُ شَيْئًا مَا تَكَلَّفَتْهُ الأُمَمُ قَبْلَهَا، وَلَقَدْ ذَكَرَ لَنَا بَعْضُ مَنْ رَأَى أثر عَقِبِهِ وَأَصَابِعِهِ، فَمَا زَالَتْ هَذِهِ الأُمَمُ يَمْسَحُونَهُ حَتَّى اخْلَوْلَقَ وَانْمَحَى "
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu’aadz, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Zurai’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah tentang ayat : ‘Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat’ (QS. Al-Baqarah : 125), ia berkata : “Kalian hanyalah diperintahkan untuk shalat di tempat tersebut, dan tidak diperintahkan untuk mengusap-usapnya. Dan sungguh umat ini telah takalluf (memperberat-berat diri) pada sesuatu yang umat sebelumnya tidak ber-takalluf padanya. Dan telah disebutkan pada kami sebagian orang yang melihat tanda tumit dan jari-jarinya (Ibraahiim), dimana umat ini senantiasa mengusap-usapnya hingga licin terkikis dan terhapus” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya 2/35; sanadnya hasan].
Qataadah bin Di’aamah bin Qataadah As-Saduusiy, Abul-Khaththaab Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 60 H/61 H, dan wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 798 no. 5553].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الشَّقِيقِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ الصَّائِغِ، عَنْ عَطَاءٍ " أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُقَبِّلَ الرَّجُلُ الْمَقَامَ أَوْ يَمْسَحَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy Asy-Syaqiiqiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hamzah, dari Ibraahiim Ash-Shaaigh, dari ‘Athaa’ : Bahwasannya ia membenci seseorang mencium maqaam (Ibraahiim) dan mengusap-usapnya” [Diriwayatkan oleh Al-Faakihiy dalam Akhbaar Makkah no. 951; sanadnya hasan].
Seandainya maqaam Ibraahiim yang padanya disyari’atkan untuk bertabarruk dengan melaksanakan shalat, lantas bagaimana dengan kubur yang diharamkan untuk shalat padanya ?.[2]
Taabi’iin Mencintai dan Berpegang Teguh kepada Sunnah, Serta Membenci Bid’ah dalam Agama
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: كَتَبَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ يَسْأَلُهُ عَنِ الْقَدَرِ. ح وحَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمُؤَذِّنُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ دُلَيْلٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ يُحَدِّثُنَا، عَنِ النَّضْرِ. ح وحَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، عَنْ قَبِيصَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ، وَهَذَا لَفْظُ حَدِيثِ ابْنِ كَثِيرٍ وَمَعْنَاهُمْ، قَالَ: كَتَبَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ يَسْأَلُهُ عَنِ الْقَدَرِ، فَكَتَبَ: " أَمَّا بَعْدُ أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالِاقْتِصَادِ فِي أَمْرِهِ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُونَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ وَكُفُوا مُؤْنَتَهُ، فَعَلَيْكَ بِلُزُومِ السُّنَّةِ فَإِنَّهَا لَكَ بِإِذْنِ اللَّهِ عِصْمَةٌ، ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّهُ لَمْ يَبْتَدِعِ النَّاسُ بِدْعَةً إِلَّا قَدْ مَضَى قَبْلَهَا مَا هُوَ دَلِيلٌ عَلَيْهَا أَوْ عِبْرَةٌ فِيهَا، فَإِنَّ السُّنَّةَ إِنَّمَا سَنَّهَا مَنْ قَدْ عَلِمَ مَا فِي خِلَافِهَا........
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsiir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata : Seorang laki-laki menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz untuk bertanya masalah qadar (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaimaan Al-Muadzdzin, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Asad bin Muusaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Dulaim, ia berkata : Aku mendengar Sufyaan menceritakan kepada kami dari An-Nadlr (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Hannaad bin As-Sariy, dari Qabiishah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Rajaa’, dari Abush-Shalt – dan ini adalah lafadh hadits Ibnu Katsiir dan maknanya - ia (Sufyaan Ats-Tsauriy) berkata : Seorang laki-laki menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz untuk bertanya kepadanya tentang masalah qadar. Maka ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz menulis surat balasannya : “Amma ba’du, aku berwasiat kepada engkau untuk bertaqwa kepada Allah, sederhana dalam menjalankan perintahnya, mengikuti sunnah nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, serta meninggalkan segala hal yang diada-adakan oleh pembuat bid’ah setelah berlaku sunnahnya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan dicukupkan bagi mereka bebannya. Maka wajib bagimu untuk berpegang pada sunnah, karena ia penjaga bagimu dengan izin Allah. Kemudian ketahuilah, bahwa tidaklah manusia membuat-buat bid’ah kecuali telah ada dalil yang menjelaskan atas hal tersebut atau pelajaran yang ada di dalamnya (tentang hal itu). Sesungguhnya sunnah hanyalah disunnahkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang  mengetahui apa yang menyelisihinya (dari bid’ah tersebut).....” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4612; sanadnya shahih].
‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Marwaan bin Al-Hakam bin Abil-‘Aash Al-Qurasyiy Al-Umawiy Abu Hafsh Al-Madaniy; amiirul-mukminiin, yang sebagian ulama memasukkannya dalam jajaran Al-Khulaafaur-Raasyidiin. Termasuk thabaqah ke-4, lagir tahun 61 H/63 H, dan wafat tahun 101 H.Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 724 no. 4974].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: كَانَ مَنْ مَضَى مِنْ عُلَمَائِنَا يَقُولُونَ: " الِاعْتِصَامُ بِالسُّنَّةِ نَجَاةٌ، وَالْعِلْمُ يُقْبَضُ قَبْضًا سَرِيعًا، فَنَعْشُ الْعِلْمِ ثَبَاتُ الدِّينِ وَالدُّنْيَا، وَفِي ذَهَابِ الْعِلْمِ ذَهَابُ ذَلِكَ كُلِّهِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Yuunus bin Yaziid, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Orang-orang yang telah berlalu dari kalangan ulama kita berkata : “Berpegang-teguh pada sunnah adalah keselamatan. Ilmu akan dimatikan dengan cepat. Mencari/mengumpulkan ilmu adalah keteguhan dalam agama dan dunia, dan hilangnya ilmu merupakan hilangnya semua itu (agama dan dunia)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 97; sanadnya shahih].
Az-Zuhriy, nama lengkapnya adalah : Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihaab bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu Bakr Al-Madaniy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin. Termasuk thabaqah ke-4, wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 896 no. 6336].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ، قَالَ: " بَلَغَنِي أَنَّ أَوَّلَ ذَهَابِ الدِّينِ تَرْكُ السُّنَّةُ، يَذْهَبُ الدِّينُ سُنَّةً سُنَّةً، كَمَا يَذْهَبُ الْحَبْلُ قُوَّةً قُوَّةً "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Yahyaa bin Abi ‘Amru Asy-Syaibaaniy, dari ‘Abdullah Ad-Dailaamiy, ia berkata : “Telah sampai kepadaku perkataan bahwa awal hilangnya agama adalah meninggalkan sunnah. Agama akan hilang sunnah demi sunnah, sebagaimana hilangnya/putusnya tali seutas demi seutas” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 98; sanadnya shahih].
‘Abdullah bin Fairuuz Ad-Dailaamiy, Abu Bisyr/Abu Busr; seorang ulama dari kalangan kibaarut-taabi’iinyang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2. Dipakai oleh Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 535 no. 3558].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ، قَالَ: " مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً فِي دِينِهِمْ إِلَّا نَزَعَ اللَّهُ مِنْ سُنَّتِهِمْ مِثْلَهَا، ثُمَّ لَا يُعِيدُهَا إِلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Hassaan (bin ‘Athiyyah), ia berkata : “Tidaklah satu kaum berbuat bid’ah dalam agama mereka, kecuali Allah mencabut dari sunnah yang semisalnya dari mereka, kemudian tidak mengembalikannya hingga hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Sunan-nya no. 99; sanadnya shahih].
Hassaan bin ‘Athiyyah Al-Muhaaribiy, Abu Bakr Asy-Syaamiy; seorang ulama taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, dan wafat setelah tahun 120 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 233 no. 1214].
أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، قَالَ: " مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً إِلَّا اسْتَحَلَّ السَّيْفَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muslim bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Wuhaib : telah menceritakan kepada kami Ayyuub, dari Abu Qilaabah, ia berkata : “Tidaklah seseorang mengada-adakan satu bid’ah, kecuali (akhirnya) akan menghalalkan pedang” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 100; sanadnya shahih].
Abu Qilaabah nama lengkapnya adalah : ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Amru/bin ‘Aamir bin Naatil bin Maalik Al-Jarmiy, Abu Qilaabah Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan tabi’iin pertengahan, tsiqah, lagi mempunyai banyak keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 104 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah  [Taqriibut-Tahdziib, hal. 508 no. 3353].
نا أَسَدٌ، نا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: " صَاحِبُ الْبِدْعَةِ لا يَزْدَادُ اجْتِهَادًا، صِيَامًا وَصَلاةً، إِلا ازْدَادَ مِنَ اللَّهِ بُعْدًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah mengkhabarkan kepada kami Mahdiy bin Maimuun, dari Al-Hasan (Al-Bashriy), ia berkata : “Tidaklah bertambah kesungguhan pelaku bid’ah dalam hal puasa dan shalat, kecuali hanya (menghasilkan) bertambah jauhnya dari Allah saja” [Diriwayatkan oleh Ibnu Wadldlaah dalam Al-Bida’, no. 70; sanadnya shahih].
Al-Hasan Al-Bashriy, namanya lengkapnya adalah : Al-Hasan bin Abil-Hasan Yasaar Al-Bashriy Al-Anshaariy, Abu Sa’iid atau lebih dikenal dengan nama Al-Hasan Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, faadlil, lagi masyhuur. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 110 H dalam usia 88/89 tahun. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 236 no. 1237].
Mereka sama sekali tidak mengenal bid’ah hasanah, sama halnya dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِ بْنِ ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ يَعْنِى ابْنَ زَبْرٍ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي الْمُطَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ : " عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالسَّمْعِ، وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي، وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyiir bin Dzakwaan Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-‘Alaa’ bin Zabr : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Abil-Muthaa’, ia berkata : Aku mendengar ‘Irbaadl bin Saariyyah berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada ssuatu hari : “Wajib bagi kalian untuk bertaqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat meskipun (yang memerintahkan kalian) seorang budak Habsyiy. Dan kalian akan melihat sepeninggalku nanti perselisihan yang sengit. Oleh karena itu, wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah Al-Khulafaaur-Raasyiduun yang mendapat petunjuk (setelahku). Gigitlah ia dengan gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap bid’ah itu adalah sesat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 45; sanadnya hasan, dan ia shahih dengan seluruh jalannya[3]].
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، أنبا وَكِيعٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ الْغَازِ، أَنَّهُ سَمِعَ نَافِعًا، يَقُولُ: قَالَ ابْنُ عُمَرَ: " كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنًا "
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq : Telah memberitakan Wakii’, dari Hisyaam bin Al-Ghaaz, bahwasannya ia mendengar Naafi’ berkata : Telah berkata Ibnu ‘Umar : “Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun manusia memandangnya baik (bid’ah hasanah)” [Diriwayatkan oleh Al-Marwaziy dalam As-Sunnahno. 83; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا يَحْيَى، أنبا عَبْثَرٌ أَبُو زُبَيْدٍ، عَنِ الْعَلاءِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنِ الْمُسَيَّبِ، عَنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " اقْتِصَادٌ فِي سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنَ اجْتِهَادٍ فِي بِدْعَةٍ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ "
Telah menceritakan lepada kami Yahyaa : Telah memberitakan ‘Abtsar Abu Zaid, dari Al-‘Alaa’ bin Al-Musayyib, dari Al-Musayyib, dari ‘Abdullah : “Sederhana (pertengahan) dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah. Dan setiap bid’ah itu sesat” [Diriwayatkan oleh Al-Marwaziy dalam As-Sunnah no. 83; sanadnya shahih].
‘Abdullah dalam atsar ini adalah : ‘Abdullah bin Yaziid bin Zaid bin Hushain bin ‘Amru bin Al-Haarits bin Khathmah Al-Anshaariy, Abu  Muusaa Al-Khathmiy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia (shighaarush-shahaabah). Termasuk thabaqah ke-1. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 557 no. 3728].
Taabi’iin Memahani Makna Nash Sifat Allah ta’ala Sebagaimana Dhahirnya
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا فُضَيْلٌ يَعْنِي ابْنَ عِيَاضٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: " لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ قَالَ: الزِّيَادَةُ: النَّظَرُ إِلَى وَجْهِ رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin ‘Iyaadl, dari Sufyaan, dari Abu Ishaaq, dari ‘Aamir bin Sa’d tentang firman-Nya ta’ala : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah no. 194; sanadnya shahih].[4]
‘Aamir bin Sa’d Al-Bajaliy Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib hal. 475 no. 3107 dan Tahriirut-Taqriib2/170 no. 3090].
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ نَافِعِ بْنِ عُمَرَ الْجُمَحِيِّ، قَالَ: " سَأَلْتُ ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ يَدِ اللَّهِ، أَوَاحِدَةٌ أَوِ اثْنَتَانِ، قَالَ: بَلِ اثْنَتَانِ
Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin Abi Maryam, dari Naafi’ bin ‘Umar Al-Jumahiy, ia berkata : Aku bertanya kepada Ibnu Abi Mulaikah tentang tangan Allah : “Apakah ia berjumlah satu ataukah dua ?”. Ia menjawab : “Bahkan (tangan Allah) berjumlah dua” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alaal-Mariisiy 1/286; sanadnya shahih].
Ibnu Abi Mulaikah namanya adalah : ‘Abdullah bin ‘Ubaidilah bin Abi Mulaikah – namanya Zuhair – bin ‘Abdillah bin Jud’aan bin ‘Amru Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Bakr/Muhammad Al-Makkiy Al-Ahwal; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 524 no. 3477].
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ عُبَيْدٍ الْمُكْتِبِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " خَلَقَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَرْبَعَةَ أَشْيَاءَ بِيَدِهِ: وَخَلَقَ الْقَلَمَ بِيَدِهِ، وَخَلَقَ جَنَّةَ عَدْنٍ بِيَدِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari ‘Ubaid Al-Muktib, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata : “Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan empat hal dengan tangan-Nya. Menciptakan qalam(pena) dengan tangannya dan menciptakan surga ‘adn dengan tangan-Nya” [Diriwayatkan oleh Hanaad dalam Az-Zuhd no. 45; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَحْمَدُ الدَّوْرَقِيُّ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، وَذَكَرَ هَؤُلاءِ الْجَهْمِيَّةَ، فَقَالَ: " إِنَّمَا يُحَاوِلُونَ أَنْ يَقُولُوا لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ "،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثَنَا عَبَّاسٌ الأَسْقَاطِيُّ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيَّ، يَقُولُ وَذَكَرَ نَحْوَهُ
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepadaku Ahmad Ad-Dauraqiy : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Aku mendengar Hammaad bin Zaid, dan ia menyebutkan tentang Jahmiyyah, lalu berkata : “Mereka itu hanyalah berusaha untuk menetapkan bahwa di langit itu tidak ada sesuatu pun (yaitu : mereka menolak penetapan bahwa Allah ada di atas langit)”.
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas Al-Asqaathiy : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Aku mendengar Hammaad bin Zaid berkata : “Aku mendengar Ayyuub As-Sukhtiyaaniy berkata semisal itu” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 6/258; sanadnya shahih].
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي خَيْثَمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، قَالَ: ثَنَا ضَمْرَةُ، عَنْ صَدَقَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ التَّيْمِيَّ، يَقُولُ: لَوْ سُئِلْتُ: أَيْنَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى؟ قُلْتُ: فِي السَّمَاءِ، فَإِنْ قَالَ: فَأَيْنَ عَرْشُهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاءَ؟ قُلْتُ: عَلَى الْمَاءِ، فَإِنْ قَالَ لِي: أَيْنَ كَانَ عَرْشُهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ الْمَاءَ ؟ قُلْتُ: لا أَدْرِي
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Ubaid, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Husain, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Abi Khaitsamah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Haaruun bin Ma’ruuf, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Dlamrah, dari Shadaqah, ia berkata : Aku mendengar At-Taimiy berkata : “Apabila aku ditanya : ‘Dimanakah Allah tabaaraka wa ta’ala ?’. Maka aku akan menjawab : ‘Di (atas) langit’. Apabila ia bertanya : ‘Dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan langit ?’. Maka akan aku jawab : ‘Di atas air’. Jika ia kembali bertanya kepadaku : ‘Lantas, dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan air ?’. Maka akan aku jawab : ‘Aku tidak tahu” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671; sanadnya hasan].
At-Taimiy di situ adalah : Sulaimaan bin Tharkhaan At-Taimiy, Abul-Mu’tamir Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 46 H, dan wafat tahun 143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 409 no. 2590].
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، قَالَ: ثني نضر بْنُ مَيْمُونٍ الْمَضْرُوبُ، قَالَ: ثنا بُكَيْرُ بْنُ مَعْرُوفٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، عَنِ الضَّحَّاكِ، فِي قَوْلِهِ: مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلَى قَوْلِهِ: هُوَ مَعَهُمْ. قَالَ: هُوَ فَوْقَ الْعَرْشِ، وَعِلْمُهُ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Abi Ziyaad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Nadlr[5] bin Maimuun Al-Madlruub, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Bukair bin Ma’ruuf, dari Muqaatil bin Hayyaan, dari Adl-Dlahhaak tentang firman-Nya : ‘Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada’ (QS. Al-Mujaadilah : 7). Ia (Adl-Dlahhaak) berkata : “Firman-Nya : ‘Ia bersama mereka’, maksudnya : Allah berada di atas ‘Arsy dan ilmu-Nya bersama mereka dimanapun mereka berada”. (Adl-Dlahhaak melanjutkan) : “Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Mujaadilah ; 7)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya, 23/237; sanadnya shahih].
Adl-Dlahhaak bin Muzaahim Al-Hilaaliy, Abul-Qaasim/Muhammad Al-Khurasaaniy; seorang ulama taabi’iin kecil (sighaarut-taabi’iin) yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat setelah tahun 100 H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 459 no. 2995].
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin dalam memahami ayat sifat secara hakiki di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :[6]
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَى عَلَيْكُمْ، إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى عَيْنِهِ، وَإِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Juwairiyyah, dari Naafi’, dari ‘Abdullah (bin ‘Umar), ia berkata : Disebutkan Dajjaal di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak tersembunyi dari kalian. Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah matanya – lalu beliau berisyarat dengan tangannya ke matanya - . Dan bahwasannya Al-Masiih Ad-Dajjaal itu buta sebelah matanya yang kanan seakan-akan matanya itu seperti buah anggur yang mengapung (menonjol keluar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7407].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ عُمَرُ الشَّامَ اسْتَقْبَلَهُ النَّاسُ وَهُوَ عَلَى الْبَعِيرِ، فَقَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ رَكِبْتَ بِرْذَوْنًا يَلْقَاكَ عُظَمَاءُ النَّاسِ وَوُجُوهُهُمْ، فَقَالَ عُمَرُ: " لَا أَرَاكُمْ هَاهُنَا، إِنَّمَا الْأَمْرُ مِنْ هُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى السَّمَاءِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Ismaa’iil, dari Qais, ia berkata : Ketika ‘Umar baru datang dari Syaam, orang-orang menghadap kepadanya dimana ia waktu itu masih di atas onta tunggangannya. Mereka berkata : “Wahai Amiirul-Mukminiin, jika saja engkau mengendarai kuda tunggangan yang tegak, niscaya para pembesar dan tokoh-tokoh masyarakat akan menemuimu”. Maka ‘Umar menjawab : “Tidakkah kalian lihat, bahwasannya perintah itu datang dari sana ? – Dan ia (‘Umar) berisyarat dengan tangannya ke langit” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 13/40; sanadnya shahih].
Penutup
Dari beberapa hal yang disebutkan di atas, Anda dapat mengetahui paham Wahabiy ini telah muncul ratusan tahun jauh sebelum kelahiran Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab An-Najdiy rahimahullah. Bagi Anda penganut paham ini, tentu merupakan satu khabar gembira karena akan mengetahui paham Anda berkesesuaian dengan paham para taabi’iin. Bukan ciptaan atau kreasi Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab atau Ibnu Taimiyyah rahimahumalllah.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيَقُولُونَ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيُقَالُ هَلْ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيُقَالُ هَلْ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amr, ia berkata : Aku mendengar Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhumaaberkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Akan datang kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu orang-orang bertanya kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bersahabat (mendampingi) Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?". Kelompok itu menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?". Mereka menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bershahabat dengan orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?’. Mereka menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3649].
Semoga artikel sederhana ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[anakmuslimtaat’ – wonokarto, wonogiri, 02062012].


[4]      Silakan baca pembahasan tentang permasalahan ini pada artikel : 'Aqidah Ahlus-Sunnah : Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah).
[5]      Yang benar adalah : Nuuh bin Maimuun bin ‘Abdil-Hamiid bin Abir-Rijaal Al-‘Ijliy, Abu Sa’iid Al-Baghdaadiy/Al-Marwaziy – dikenal dengan nama Al-Madlruub (نوح بن ميمون بن عبد الحميد بن أبى الرجال العجلي ، أبو سعيد البغدادي و يقال المروزي المعروف بالمضروب); seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 218 H. Dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Masaail[Taqriibut-Tahdziib, hal. 1011 no. 7260].
[6]      Silakan baca : At-Tafwidl dan Makna Hakiki.

Dan Taabi’iin pun Beraliran Wahabiy..... Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

 

Top