Kalau kita memilih shalat witir tiga rakaat, bagaimana cara melakukannya?
Ada tiga cara melakukannya yang dikemukakan oleh para ulama madzhab, namun dua cara yang kami anggap lebih kuat.
1- Mengerjakan tiga rakaat dengan pola 2 – 1 (dua raka’at salam, lalu satu raka’at salam)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِى الْحُجْرَةِ وَأَنَا فِى الْبَيْتِ فَيَفْصِلُ بَيْنَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ بِتَسْلِيمٍ يُسْمِعُنَاهُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di dalam kamar ketika saya berada di rumah dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memisah antara raka’at yang genap dengan yang witir (ganjil) dengan salam yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam perdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad 6: 83. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Nafi’, ia berkata mengenai shalat witir dari Ibnu ‘Umar,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يُسَلِّمُ بَيْنَ الرَّكْعَةِ وَالرَّكْعَتَيْنِ فِى الْوِتْرِ ، حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ
“Ibnu ‘Umar biasa mengucapkan salam ketika satu rakaat dan dua rakaat saat witir sampai ia memerintah untuk sebagian hajatnya.” (HR. Bukhari no. 991).
2- Mengerjakan tiga raka’at sekaligus lalu salam.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلاَثٍ فَلْيَفْعَلْ
“Siapa yang suka lakukan witir tiga rakaat, maka lakukanlah.” (HR. Abu Daud no. 1422 dan An Nasai no. 1712. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِثَلاَثٍ لاَ يَقْعُدُ إِلاَّ فِى آخِرِهِنَّ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwitir tiga raka’at sekaligus, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at terakhir.” (HR. Al Baihaqi 3: 28)
Kalau ingin melakukan tiga raka’at langsung tidak boleh diserupakan dengan shalat Maghrib.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا توتروا بثلاث أوتروا بخمس أو بسبع ولا تشبهوا بصلاة المغرب
“Janganlah kalian melakukan shalat witir dengan tiga raka’at, atau lima raka’at atau tujuh raka’at, jangan serupakan dengan shalat Maghrib.” (HR. Ibnu Hibban no. 2429, Al Hakim dalam Mustadroknya no. 1138 dan Al Baihaqi dalam Sunan Kubro no. 4593. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Dalam Syarhul Mumthi’ (4: 79), Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa syari’at ingin agar ibadah sunnah tidak disamakan dengan ibadah wajib.”
Kedua cara di atas boleh dilakukan. Para ulama memilih di antara kedua cara itu manakah yang lebih afdhol. Intinya kedua cara di atas boleh dilakukan.
Semoga bermanfaat.
Sumber: rumaysho
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page: facebook.com/anakmuslimtaat