Tanya : Apa hukum makan bekicot ?
Jawab : Bekicot bahasa Arabnya adalah halzuun barriy (keong darat). Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama membolehkannya, sedangkan jumhur ulama melarangnya. Pokok permasalahannya dalam hal ini adalah hukum memakan hewan yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti : ular, cacing, kalajengking, semut, lebah, kecoak, kutu, dan seluruh jenis hasyaraat (hewan-hewan tanah) [dan mereka mengecualikan beberapa hewan yang disebutkan dalil tentang kehalalannya, seperti misal : belalang].
Apakah ashl juz’iy jenis makanan ini haram – dimana ia adalah ashl yang keluar dari ashl kulliy diperbolehkannya semua jenis makanan dan daging – karena ia termasuk jenis makanan yang buruk, kecuali jika ada dalil yang membolehkannya seperti belalang. Hal ini didasarkan oleh firman Allah ta’ala :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [QS. Al-A’raaf : 157].
Ataukah, ashl juz’iy jenis makanan ini tidaklah keluar dari ashl kulliy-nya, yaitu boleh kecuali ada dalil yang melarangnya berdasarkan firman Allah ta’ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” [QS. Al-Baqarah : 29].
وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [QS. Al-An’aam : 119].
?
Ulama yang membolehkannya makan bekicot beralasan tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyatakan keharamannya, sehingga ia kembali pada hukum asal kebolehannya. Maalik bin Anas rahimahullah menyerupakannya dengan belalang.[1]
Yang raajih – wallaahu a’lam – bekicot hukumnya haram (dimakan) dengan alasan:
1. Bekicot termasuk jenis hewan yang tidak mempunyai darah mengalir sehingga tidak dapat disembelih. Allah ta’ala berfirman :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” [QS. Al-Maaidah : 3].
Hewan yang tidak dapat disembelih, tidak dapat tidak, ketika memakannya pasti dalam keadaan mati (bangkai). Allah ta’ala berfirman :
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah” [QS. Al-An’aam : 153].
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
وَلَا يَحِلُّ أَكْلُ الْحَلَزُونِ الْبَرِّيِّ، وَلَا شَيْءٍ مِنَ الْحَشَرَاتِ كُلِّهَا ....... لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ. وَقَوْلِهِ تَعَالَى: إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ. وَقَدْ صَحَّ الْبُرْهَانُ عَلَى أَنَّ الذَّكَاةَ فِي الْمَقْدُورِ عَلَيْهِ لَا تَكُونُ إِلَّا فِي الْحَلْقِ أَوِ الصَّدْرِ، فَمَا لَمْ يُقْدَرْ فِيهِ عَلَى ذَكَاةٍ فَلَا سَبِيلَ إِلَى أَكْلِهِ: فَهُوَ حَرَامٌ.
“Tidak dihalalkan makan keong darat (bekicot) dan semua jenis hasyaraat…….berdasarkan firman Allah ta’ala : ‘Diharamkan bagimu (memakan) bangkai’ (QS. Al-Maaidah : 3) dan firman-Nya ta’ala : ‘kecuali yang sempat kamu menyembelihnya’ (QS. Al-Maaidah : 3). Dan telah shahih dalam nash bahwa penyembelihan itu dilakukan pada tempat yang telah ditentukan, yaitu pada tenggorokan atau dada. Dan sesuatu yang tidak sanggup untuk disembelih, maka tidak boleh dimakan. Haram hukumnya” [Al-Muhallaa, 6/76-77].
Dan syari’at telah mengecualikan belalang tentang kehalalannya dari hewan yang tidak dapat disembelih ini, sehingga dapat dimakan meskipun dalam keadaan telah mati (bangkai). Dari‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ: الْجَرَادُ، وَالْحِيتَانِ، وَالْكَبِدُ، وَالطِّحَالُ
“Telah dilhalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah, yaitu : belalang dan ikan, serta hati dan limpa” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/55 no. 3894-3895 dan dalam Al-Kubraa 1/254].[2]
Oleh karena itu, bekicot masuk dalam keumuman keharaman bangkai. Dengan demikian, mengqiyaskan bekicot dengan belalang – sebagaimana madzhab Al-Imaam Maalik rahimahullah - adalah tidak tepat, karena itu termasuk qiyas terhadap sesuatu yang menyelisihi qiyas. Belalang adalah binatang yang dikecualikan dari keumuman bangkai berdasarkan nash, sedangkan bekicot termasuk dari keumuman tersebut. Lantas, bagaimana hal itu bias diqiyaskan ?.
2. Berkaitan dengan nomor 1, bekicot kedudukannya sama dengan jenis-jenis serangga[3] dan termasuk hasyaraat yang tidak punya nilai jual menurut syari’at. Sedangkan syarat komoditi yang dapat diperjualbelikan adalah halal dan bermanfaat. Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah berkata :
وأما بقية الحيوانات التي لا تؤكل فما لا نفع فيه كالحشرات ونحوه لا يجوز بيعه وما يذكر من نفع في بعضها فهو قليل فلا يكون مبيحا للبيع كما لم يبح النبي صلى الله عليه وسلم بيع الميتة لما ذكر له ما فيها من الانتفاع
“Dan adapun binatang-binatang lain yang tidak boleh dimakan dan tidak ada manfaatnya seperti hasyaraat dan yang sejenisnya, tidak boleh diperjual-belikan. Dan yang disebutkan dalam sebagian jenisnya, maka kegunaan itu kecil sehingga tidak menjadi boleh untuk diperjual-belikan, sebagaimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memperbolehkan penjualan bangkai hanya karena disebutkan adanya manfaat padanya” [Jaami’ul-‘Ulum wal-Hikam, hal. 879 – tahqiiq : Al-Fahl].
3. Terdapat ijmaa’ haramnya hewan yang buruk, ular, dan kalajengking sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
أكلُ الخبائثِ، وأكلُ الحيَّاتِ والعقاربِ حرامٌ بإجماعِ المسلمينَ
“Memakan sesuatu yang buruk (khabaaits), ular, dan kalajengking adalah haram menurut ijma’ kalum muslimin” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 11/609].
Sebelumnya, Ibnu Hubairah rahimahullah berkata :
اتفقوا على أن حشرات الأرض محرمة
“Para ulama bersepakat bahwa hewan hasyaraat tanah diharamkan” [Ar-Raudlul-Murbii’, 7/424].
Ular dan kalajengking termasuk jenis hasyaraat, sama seperti bekicot. Hasyaraatdiharamkan kecuali yang disebutkan dalil akan kehalalannya.
4. Bekicot termasuk jenis makanan yang buruk.
Wallaahu a’lam.
Semoga jawaban ringkas ini ada manfaatnya.
[anakmuslimtaat- - perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 12051434/23032013 – 20:25 - banyak mengambil faedah dari penjelasan Asy-Syaikh 'Aliy Firkuuz hafidhahullah].
[1] Dalam kitab Al-Mudawwanah 1/542 disebutkan :
سئل مالك عن شيء يكون في المغرب يقال له الحلزون يكون في الصحارى يتعلق بالشجر أيؤكل ؟ قال : أراه مثل الجراد ، ما أخذ منه حيّاً فسلق أو شوي : فلا أرى بأكله بأساً , وما وجد منه ميتاً : فلا يؤكل
Maalik pernah ditanya tentang hewan yang ada di negeri Maroko yang disebut halzuun(siput) yang hidup di padang pasir, menempel di pepohonan. Bolehkah ia dimakan ?. Maalik berkata : ‘Aku berpendapat ia seperti belalang. Jika ia diambil dalam keadaan hidup, lalu direbus atau dipanggang, maka aku berpendapat tidak mengapa memakannya. Apabila didapati dalam keadaan mati, maka tidak boleh dimakan” [selesai].
[2] Silakan baca pembahasan haditsnya dalam artikel berjudul : Hadits Dihalalkannya Dua Macam Bangkai dan Dua Macam Darah.